08/02/13

Bupati berubah soal Raperda Mihol

Sabtu, 02/5/2009

WONOSARI: Runtuh sudah pertahanan Bupati Gunungkidul, Suharto. Sikapnya berubah setelah didesak ratusan demonstran agar mencantumkan pasal larangan, dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Minuman Beralkohol (Mihol) kemarin.
Ratusan demonstran yang menamakan diri Masyarakat Anti Mihol memenuhi Bangsal Sewokoprojo di Kantor Dinas Bupati kemarin siang. Awalnya Suharto berusaha memberikan pengertian pada demonstran tentang perizinan penjualan minuman keras (miras). Perizinan itu diatur khusus untuk hotel bintang 3, 4 dan 5. Penjelasan Suharto tetap tak bisa diterima massa. Mereka bersikeras untuk wilayah Gunungkidul secara mutlak harus menolak miras tanpa kecuali. Bahkan juga untuk kepentingan kesehatan, pengobatan dan keagamaan. Orasi pun menggelora lagi. Saat didesak untuk kembali penyampaikan pendapatnya, Bupati langsung menyatakan kesanggupannya mencoret draf pasal raperda yang dinilai masih memberikan peluang peredaran mihol. Termasuk poin pengecualian bagi hotel berbintang 3,4 dan 5. ”Ndak perlu dibuat susah kalau memang masyarakat sudah menghendaki. Biarkan saja kalau memang nanti aturan ternyata diubah biar itu pemerintah pusat maupun provinsi,” kata Suharto didampingi sejumlah pejabat Pemkab Gunungkidul dan kepolisian.
Mendengar penyataan Bupati ini massa langsung meluapkan kegembiraannya dengan berulangulang menyerukan takbir. Massa yang terdiri dari organisasi masyarakat (ormas) Islam pimpinan Harun Al Rosyid, pemilik Pondok Pesantren Al-Hikmah, Sumberejo, Kecamatan Karangmojo, langsung sujud syukur. Suharto bahkan langsung dipeluk sejumlah demonstran sebagai bentuk apresiasi dan dukungan, atas kesediannya menyempurnakan kembali pasal demi pasal Raperda Mihol.
Massa akhirnya membubarkan diri secara tertib. Segera akomodasi Kepada Harian Jogja, Suharto, menyatakan kesiapannya untuk segera mengakomodasi tuntutan masyarakat dengan merubah beberapa poin pasal yang ditentang. Suharto mengaku, mutlak atau tidaknya pasal larangan sebenarnya tidak menjadi persoalan terpenting. Lebih-lebih menurut Suharto, larangan miras tetap tidak bisa terlepas dari pengawasan dan pengendalian, seperti perjudian. Tak hanya itu, Suharto juga memastikan tidak perlu adanya menyempurnakan batang tubuh melainkan penghilangan beberapa pasal sebagaimana dinilai kurang memuaskan saja.
Apakah perlu pasal pengecualian miras untuk kepentingan medis, pengobatan, jamu bahkan ritual keagamaan? Bupati menegaskan tidak ada. ”Kalaupun ada biar pengecualian itu dari pemerintah pusat maupun provinsi.” Sementara itu, ketika dihubungi secara terpisah, Amminudin Azis Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Gunungkidul menyayangkan sikap Bupati. Meski melihat saat itu posisi Bupati terdesak, Aminuddin menilai justru saat ini menjadi kesempatan untuk memberikan pemahaman dan pendidikan hukum secara luas.
”Nah bagaimana kalau di sini goyah, di sana goyah begini. Kalau tidak arif bijaksana dengan kepentingan lain saya lebih sependapat sekadar melihat miras saja juga dilarang saja,” kata Amminudin. Sementara itu Nurasyid anggota Panitia Khusus Mihol DPRD, menyatakan draf Raperda tentang Mihol masih belum mengatur secara lengkap soal produksi oplosan. “Ramuan oplosan belum jelas disebutkan dalam draf ini,” kata Nuasyid.Oleh Endro Guntoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar