09/02/13

JELANG RAMADHAN : Warga Gunung Kidul Gelar Wayang Shalawat

Gunung Kidul, NU Online
 
Masyarakat Dusun Jelok, Beji, Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyambut Ramadhan dengan menggelar kreasi wayang kulit shalawat.

"Wayang shalawat yang dibawakan ki Walodeng sebagai dalangnya merupakan perpaduan antara shalawat bahasa jawa yang sudah digubah lagunya ke dalam gending-gending Jawa dengan penampilan punokawan wayang kulit, jadi langsung `goro-goro?," kata kreator wayang shalawat, Aminuddin Azis, disela-sela acara itu, Kamis.

Dia mengatakan keunikan wayang shalawat terletak pada wayang yang hanya terdiri dari "kayon" dan punokawan, Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar, yang dimulai dengan shalawat badr dan shalawat-shalawat bahasa Jawa lainnya, katanya.

Menurut dia, dengan adanya wayang kulit tersebut dapat dijadikan hiburan alternatif di tengah banyaknya suguhan sinetron dan film yang terkadang menerjang kearifan lokal dan mengikis budaya atau tradisi.

"Wayang shalawat ini dapat menjadi hiburan alternatif bagi masyarakat Dusun Jelok yang secara geografis merupakan masyarakat terpencil namun memiliki potensi wisata dan budaya," katanya.

Dia mengatakan isi cerita tidak berdasarkan pakem pewayangan yang sudah dibakukan namun lebih ditekankan pada kasus-kasus social yang dikemas secara jenaka.

"Penampilan wayang shalawat selain sebagai suatu yang baru juga menyuguhkan cerita yang membumi, dalam artian ceritanya merupakan kisah masyarakat desa keseharian dan isu-isu sosial misalnya kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain yang dikemas dengan jenaka dan tanpa terikat pakem perwayangan sehingga ketika masyarakat menyaksikan seolah-olah itu adalah cerita dirinya," katanya.

Menurut dia, masyarakat saat ini sering terbuai dengan hiburan televisi yang terkadang jauh dari realitas sosial yang ada dan lebih banyak menampilkan kemewahan, percekcokan keluarga dan kisah percintaan yang mengharu-biru sehingga masyarakat terbawa kisah-kisah sinetron dalam kesehariannya.

Dia mengatakan pemain merupakan gabungan dari kelompok rebana dari Dusun Kayangan, Bogor, Kecamatan Playen dengan masyarakat setempat yang sebelumnya merupakan pemain gamelan (niyogo). (ant/mad)

Wayang Shalawat Ki Walodeng

Kamis, 5 Agustus 2010 | 09:24 WIB

GUNUNGKIDUL, KOMPAS.com — Masyarakat Dusun Jelok, Beji, Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar kreasi wayang kulit shalawat dalam menyambut Ramadhan.       "Wayang shalawat yang dibawakan Ki Walodeng sebagai dalangnya merupakan perpaduan antara shalawat bahasa Jawa yang sudah digubah lagunya ke dalam gending-gending Jawa dengan penampilan punokawan wayang kulit, jadi langsung 'goro-goro'," kata kreator wayang shalawat, Aminuddin Azis, di sela-sela acara itu, Kamis (5/8/2010).       Dia mengatakan, keunikan wayang shalawat terletak pada wayang yang hanya terdiri dari `kayon? dan punokawan, Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar, yang dimulai dengan shalawat badr dan shalawat-shalawat bahasa Jawa lainnya, katanya.       Menurut dia, dengan adanya wayang kulit tersebut dapat dijadikan hiburan alternatif di tengah banyaknya suguhan sinetron dan film yang terkadang menerjang kearifan lokal dan mengikis budaya atau tradisi.       "Wayang shalawat ini dapat menjadi hiburan alternatif bagi masyarakat Dusun Jelok yang secara geografis merupakan masyarakat terpencil namun memiliki potensi wisata dan budaya," katanya.       Dia mengatakan, isi cerita tidak berdasarkan pakem pewayangan yang sudah dibakukan, tetapi lebih ditekankan pada kasus-kasus sosial yang dikemas secara jenaka.       "Penampilan wayang shalawat selain sebagai suatu yang baru juga menyuguhkan cerita yang membumi. Dalam artian ceritanya merupakan kisah masyarakat desa keseharian dan isu-isu sosial, misalnya kemiskinan dan pengangguran yang dikemas dengan jenaka dan tanpa terikat pakem pewayangan sehingga ketika masyarakat menyaksikan seolah-olah itu adalah cerita dirinya," katanya.       Menurut dia, masyarakat saat ini sering terbuai dengan hiburan televisi yang terkadang jauh dari realitas sosial yang ada dan lebih banyak menampilkan kemewahan, percekcokan keluarga dan kisah percintaan yang mengharu biru sehingga masyarakat terbawa kisah-kisah sinetron dalam kesehariannya.       Dia mengatakan, pemain merupakan gabungan dari kelompok rebana dari Dusun Kayangan, Bogor, Kecamatan Playen, dengan masyarakat setempat yang sebelumnya merupakan pemain gamelan.       "Para pemain kami gabungkan dan hanya berlatih tiga kali sudah dapat tampil menghibur masyarakat," katanya.       Sementara itu, Kepala Dusun Jelok, Ngadiono, mengatakan, sangat senang dengan terbentuknya kembali kelompok kesenian lokal di dusunnya. "Dulu di Dusun Jelok pernah ada kelompok "nyepel" (nembang gending Jawa), namun karena gamelannya dijual, akhirnya bubar dan sekarang hidup lagi dengan kreasi yang  berbeda dan lebih menari," katanya.

http://oase.kompas.com/read/2010/08/05/09241886/Wayang.Shalawat.Ki.Walodeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar