10/02/13

Kongkalikong investasi karst Gunungkidul

 

GUNUNGKIDUL: Pelaksana tugas (Plt) Bupati Gunungkidul Badingah resmi menandatangani Surat Edaran No. 540/0196 pada 7 Februari lalu untuk melarang pertambangan di 11 kecamatan. Tidak ingin terganggu, perusahaan besar bertekad melobi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gunungkidul agar aktivitas menambangnya tidak berhenti.
   
“Kami [PT Sugih Alam Nugroho] akan tetap memperjuangkan [pertambangan] dengan terus melakukan lobi ke DPRD. Harapan saya ada kebijakan lebih lanjut agar para penambang bisa tetap berjalan” tegas penanggungjawab PT Sugih Alam Nugroho (SAN), Siswo Saputro, kepada Harian Jogja, Jumat pekan lalu.
   
Enggan perginya SAN ditegaskan Siswo karena perusahaan yang bergerak di bidang penambangan karst itu belum siap hengkang dari Gunungkidul, sudah puluhan tahun menambang di Bumi Handayani, julukan Gunungkidul, dan sudah membeli tanah kas desa setempat.
   
Selain itu, berdasarkan informasi dari sumber Harian Jogja di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, SAN tidak ingin pindah karena sudah mendapat rekomendasi dari keraton untuk menetap di Gunungkidul sehingga berani membeli tanah kas desa.
   
“Saya didatangi [penjabat] Bupati Gunungkidul saat itu untuk mendirikan perusahaan. Nah, Bupati [Gunungkidul] ketika itu [mengaku] mendapat rekomendasi dari keraton,” ungkap mantan pengurus organisasi di tingkat desa itu.
   
Ketika dimintai konfirmasi, Siswo membenarkan sudah mendapat rekomendasi. Tepatnya rekoemendasi dari penjabat Wakil Gubernur DIY era 90-an, Sri Paduka Pakualam VIII. Rekomendasinya, SAN diperkenankan mendirikan perusahaan tetapi di pinggiran Gunungkidul, tepatnya di Bedoyo.
   
Berbeda dengan SAN yang tidak ingin pergi, satu perusahaan besar lainnya, PT Supersonik, mengaku sudah siap untuk hengkang dari Gunungkidul. “Kalau memang sudah mentok dan tidak diperbolehkan, ya terpaksa pergi. Maka dada Gunungkidul [selamat tinggal Gunungkidul]” kata Humas PT Supersonik, Sambudi, saat ditemui Harian Jogja di ruang kerjanya, pekan lalu.
   
Soal rekomendasi keraton, sumber Harian Jogja di Pemkab Gunungkidul mengatakan ada kemungkinan masih berlangsung sampai saat ini karena Pemkab beberapa waktu lalu menerima tembusan soal PT A yang mengajukan permohonan ke keraton untuk mendapatkan izin pemerataan tanah di Gunung Kleco di Karangsari, Kecamatan Ponjong.
   
Dalam tembusan itu disebutkan alasan permohonan izin sebagai calon lokasi permukiman. Dan pada Sabtu (12/2) lalu, Harian Jogja mencoba menelusuri situasi di Kleco tersebut dan di gunung itu kondisinya memang sudah ada aktivitas pemerataan tanah.

Waspadai kongkalikong  
 
Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Gunungkidul Aminuddin Azis menegaskan perlu diwaspadai munculnya kongkalikong ketika perusahaan sudah bertekad melobi wakil rakyat demi tidak pergi dari Gunungkidul.
   
“Berbuat sesuatu yang tidak terang-terangan kan sudah dinamakan kongkalikong. Lha, ini mau melobi. Warga kan tidak bisa mengetaui apa isi lobi-lobi yang akan mereka [perusahaan] katakan pada wakil rakyat,” ungkapnya kemarin malam.   
   
Soal rekomendasi keraton, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai keraton akan bijak dalam memberikan persetujuan terhadap aktivitas di kawasan karst, apakah itu tanah milik keraton atau di luar keraton.
   
Karena itu, Direktur Walhi Jogja, Suparlan, menyarankan Pemkab Gunungkidul dengan melibatkan sejumlah pihak membuat indeks pengelola karst (IPK) yang berguna untuk menentukan detil kawasan karst di Gunungkidul.
   
Anggota Komisi C DPRD DIY Arief Budiono menegaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), kawasan karst Gunungkidul memang perlu dilindungi karena merupakan kawasan lindung yang tidak boleh ditambang.
   
“Untuk pengatuan secara konkrit berada di pemerintah kabupaten [Gunungkidul], seperti untuk wilayah Ponjong, pengaturan lebih detailnya mana saja kawasan karst, itu berada pada RTRW tingkat kabupaten” terang Arief.

Parameter kerusakan   
Soal RTRW, anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Sri Agus Wahyono dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul memastikan Februari ini persetujuan Raperda RTRW segera ditandatangani untuk dilanjutkan pembahasan ditingkat Pansus DPRD.
   
Menurut dia, yang menjadi substansi pembicaraan dengan Dewan soal adanya pasal yang mengatur kawasan peruntukan pertambangan karena Pemkab mengusulkan sembilan sedangkan RTRW DIY hanya menetapkan tiga kecamatan, yakni Semin, Ponjong dan Panggang.
   
Soal karst, sejumlah tim dari Kementerian Lingkungan Hidup, Pemkab Gunungkidul, peneliti dari UGM serta yayasan pecinta karst melakukan simulasi di beberapa titik lokasi penambangan di Ponjong pada Sabtu (12/2) lalu.
   
Dari pantauan Harian Jogja yang diperkenankan mengikuti simulasi, titik yang dituju antara lain telaga di Bedoyo, penambangan karst Desa Kentheng, Gua Lowo di Desa Sumber Giri dan Dam Beton di Desa Umbulrejo. 
   
Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup Edi Nugroho kepada Harian Jogja mengatakan simulasi di Gunungkidul merupakan upaya untuk mensinergikan antara teori yang ditulis dan kenyataan lapangan guna menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Kriteria Baku Kerusakakan Karst.
   
PP tersebut diharapkan mampu menjadi penengah konflik pertambangan yang terjadi antara Pemkab Gunungkidul dan penambang atau pengusaha tambang. Pengusaha tambang nantinya tidak bisa mengelak jika mendapati peraturan ini karena aktivitasnya tergolong pengrusakan.
   
Dalam PP tesebut nantinya juga dipertimbangkan tentang value, atau nilai finansial sehingga pertimbangan tersebut mampu menjadi dasar untuk menentukan langkah apa yang harus ditempuh pemerintah daerah jika harus menentukan penambangan.
   
Ahli Karst dari Geografi UGM, Eko Haryono, mengatakan pihaknya tengah menyusun konsep untuk menentukan parameter kerusakan karst. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan sebagai parameter, yaitu kawasan karst dan objek seperti telaga dan air.(Harian Jogja/Galih Eko Kurniawan, M Fikri AR & Sunartono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar