09/12/14

Bima Rasakan Pelayanan RSUD Wonosari Buruk

RSUD tolol
Bima Yudia Putra Tama, bocah sebelas tahun, warga Kranon, Kepek, Wonosari, merasakan buruknya pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari. “Saya tidak terima keponakan saya mendapat penanganan yang tidak serius,” ungkap Aminudin Azis, Minggu (17/8/2014).
Dia menjelasakan, pihak keluarga masih tidak terima dengan buruknya pelayanan RSUD Wonosari. Bima, yang sebelumnya mendapat pelayanan karena sakit sesak nafas, dipersulit saat akan menggunakan jasa ambulan untuk dirujuk ke RS. Sardjito, Yogyakarta. Anak pertama pasangan Salafudin dan Yuni Kriswanti sempat terlantar di ruang Instalasi Rawat Darutat (IRD).
Dia menjelaskan, Bima mengalami sesak nafas sebelumnya, kemudian oleh orang tuanya langsung dibawa ke RSUD Wonosari, oleh dokter yang saat itu bertugas, Bima diharuskan dirujuk ke RS. Sardjito Yogyakarta. Tetapi pihak keluarga dipersulit saat akan menggunakan ambulan RSUD.
“Jelas mobil ambulan ada kok alasannya takut dimarahi pihak rumah sakit tempat merujuk, kan lucu,” ungkap Aziz.
Aziz menambahkan, ketika di IGD RSUD Wonosari, Bima sempat didiagonosa oleh dokter mengalami sakit gangguan jantung. Saat itu keluarga meminta bantuan mobil ambulan RSUD Wonosari untuk mengantar tetapi ditolak dengan alasan takut dimarahi petugas RS. Sarjito.
“Rumah sakit ini tolol, masa ambulan aja nganggur banyak kita diminta mencari ambulan swasta,” tegas Aziz yang merupakan paman Bima.
Setelah berdebat dan tidak menemukan titik temu, pihak keluarga akhirnya mendapat kendaraan ambulan milik salah satu klinik di Kecamatan Semanu. Bima akhirnya dibawa ke RS Sardjito Yogyakarta. Pihak keluarga berangkat sekitar pukul 24.00 WIB.
Aziz menerangkan, setelah sampai di RS. Sardjito, Bima langsung mendapat perawatan dari dokter yang saat itu bertugas. Setelah beberapa saat pemeriksaan, dokter yang bertugas mengatakan Bima tidak mengalami gangguan jantung melainkan hanya mengalami kram pada saluran pernafasan.
“RSUD Wonosari memang tidak profesional, ini tidak boleh dibiarkan seperti ini. Alasan yang tidak masuk akal, menggunakan ambulan kok takut dimarahi petugas, ganti saja direkturnya yang gak becus bekerja,” pungkasnya.
Terkait dengan buruknya pelayanan RSUD Wonosari, Aziz melakukan aksi tunggal dengan memasang 4 tulisan besar di komplek rumah sakit. Tiga tulisan ditempel di tiga mobil ambulan dan satu tulisan ditempel di pintu masuk IRD.
Terpisah Direktur RSUD Wonosari, Isti Indriyani saat dikonfirmasi berkilah, menurutnya protap rujukan ke Sardjito memang harus memastikan adanya kamar kosong. Pihak RSUD tidak berani jika langsung membawa pasien ke RS Sardjito jika belum mendapat kepastian adanya kamar kosong.
“Kemungkinan saat Bima akan dirujuk semalam hanya ada satu sopir ambulan yang piket, jadi tidak bisa mengantarkan, coba kita cek siapa yang bertugas semalam,” papar Isti.(Juju/kabarhandayani.co)

http://infogunungkidul.com/2014/08/bima-rasakan-pelayanan-rsud-wonosari-buruk/ 

04/12/14

Pasien Dikecewakan RSUD Wonosari

kecewa2 

WONOSARI – Pelayanan rumah sakit masih belum maksimal. Beralasan sesuai prosedur tetap (protap) RSUD Wonosari tidak mau mengantar pasien ke rumah sakit rujukan dengan ambulans rumah sakit umum daerah (RSUD).  Kasus ini dialami seorang pasien anak warga Wonosari, Bima Putra Tama, 11. Pada Sabtu (16/8) sekitar pukul 20.30 datang ke IRD (instalasi rawat darurat) RSUD Wonosari untuk berobat. Dokter jaga kemudian melakukan pemeriksaan. Hasilnya, siswa kelas lima SD tersebut dinyatakan mengalami kelainan jantung, harus dirujuk ke RSUP Dr Sardjito Jogjakarta.Keluarga pasien panik dan buru-buru minta disediakan ambulans. Namun, permintaan tersebut ditolak petugas RSUP Wonosari. Alasannya, jika merujuk tanpa konfirmasi dengan RSUP Dr Sardjito akan dimarahi. “Tapi ketika kami minta konfirmasi ke RSUP Dr Sajito by phone, petugas tidak mau. Kata patugas, protapnya seperti itu,” kata keluarga pasien, Aminudin Azis (17/8).
Saat itu, pihaknya sempat beradu argumen dengan petugas. Namun karena terjadi debat kusir, bersama kerabat pasien lainnya langsung mencari ambulans sendiri dan tidak lagi menghiraukan tawaran petugas mencarikan ambulans swasta. “Setelah cari ambulans, sekitar pukul 24.00, Bima dibawa ke RSUP Dr Sardjito. Langsung ditangani dengan baik. Diperiksa tanpa menanyakan rujukan dari mana,” ujarnya. Kabar melegakan. Ternyata, hasil pemeriksaan dan observasi berbeda dengan keterangan RSUD Wonosari sebelumnya. Pasien normal setelah dilakukan pemeriksaan jantung dan direkam ulang di RSUP Dr Sardjito. Bima diperbolehkan pulang.  Menumpahkan kekecewaan, Aminudin Azis menggelar aksi keprihatinan kemarin. Ambulans yang terparkir di RSUD Wonosari ditempeli poster. Salah satu tulisannya berbunyi, ‘rumah sakit tidak ramah anak’. Selain itu ambulans yang terparkir juga ditempeli poster ‘ambulans tidak berfungsi dan tidak berguna’. “Pemerintah harus menegur pihak rumah sakit. Kalau perlu diganti direkturnya,” kata Aminudin. Direktur RSUD Wonosari Isti Indiyani mengatakan protap rujukan ke Sardjito memang harus memastikan ketersediaan kamar dahulu. Jika merujuk tanpa konfirmasi, RSUD bisa disalahkan keluarga pasien. “Aturannya memang seperti itu,” ujarnya.  Dia menjelaskan, untuk sopir ambulans, rumah sakit menerapkan sistem shift. Siang hari disediakan dua orang sopir, sore dan malam hari satu sopir. Dia menduga, saat pasien atas nama Bima harus dirujuk, sopir piket sedang merujuk pasien lain. (gun/iwa)

RSUD Wonosari Kambing Hitam-kan RS Sarjito


RSUD Wonosari Kambing Hitam-kan RS Sarjito
aKSI penyegelan Wonosari,(sorotgunungkidul.com)-- Terkait aksi penyegelan mobil ambulance RSUD Wonosari yang dilakukan Aminudin Aziz, sebagai bentuk kekecewaan terhadap pelayanan RSUD Wonosari dalam penanganan pasien kemarin, Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) RSUD Wonosari, Aris Suryanto angkat bicara.
Pihak RSUD Wonosari terpaksa menolak permintaan penggunaan mobil ambulance oleh keluarga pasien namun tetap mengeluarkan surat rujukan ke RS Sarjito. Menurutnya justru itu untuk memberi kemudahan kepada pasien dalam mendapatkan penanganan di RS Sarjito.
"Yang saya herankan, pelayanan pasien menggunakan ambulance dan paramedis RSUD Wonosari justru dipersulit bahkan tidak dilayani, tidak seperti pasien umum dengan kendaraan pribadi," katanya, Senin (18/08/2014).
Aris menyatakan penggunaan ambulance dan petugas RSUD Wonosari justru mempengaruhi pelayanan di RS Sarjito. Dikaitkan dengan kejadian yang menimpa Bima kemarin, dalam surat rujukan dituliskan NB bahwa karena pasien ingi cepat dirujuk, sehingga pasien menggunakan ambulance selain RSUD Wonosari.
"Saya tidak tahu SOPnya disana bagaimana, tapi kami rasakan berbeda. Kalau ada pasien pakai mobil sendiri bukan milik RSUD Wonosari malah diterima. Dalam surat rujukan, tambahan menggunakan ambulan luar RSUD Wonosari," tandasnya.
Aris menegaskan, justru implementasi penerapan Pergub 59 tahun 2012 oleh RS Sarjito belum sepenuhnya dilakukan. Termasuk untuk RSUD Wonosari yang juga masih sering menyimpang dari SOP yang ada. Namun, itu terpaksa dilakukan.
" Sebenarnya yang terjadi di RS Sarjito sudah salah, masak menolak pasien," kilahnya.

http://www.sorotgunungkidul.com/berita-gunungkidul-8012-rsud-wonosari-kambing-hitamkan-rs-sarjito.html

Sinta Nuriyah : Pemimpin Bangsa Mutlak Mengedepankan Kebhinekaan



Screen Shot 2014-07-07 at 9.47.51 PM
Sinta Nuriyah membubuhkan tanda tangan di atas kain kafan di halaman Gereja Kristen Jawa (GKJ) Logandeng, Playen, Gunung Kidul (6 Juli 2014) Foto : Suara Pembaruan
Satu Islam, Jakarta – Bangsa Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang merakyat, jujur, adil dan menghargai martabat manusia serta menjaga pluralisme termasuk menghargai Hak Asasi Manusia.
Karena itu, Sinta Nuriyah, istri presiden keempat almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) meminta agar presiden terpilih mendatang, harus benar-benar mengedepankan kebinekaan dalam menentukan semua kebijakan di negeri ini.
Hal itu disampaikan Sinta Nuriyah di hadapan umat persaudaraan lintas agama dan penganut kepercayaan yang tergabung dalam Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) dan Forum Lintas Iman (FLI) di halaman Gereja Kristen Jawa (GKJ) Logandeng Playen, Gunungkidul Minggu 6 Juli 2014.
“Bhinneka Tunggal Ika sudah mutlak dan tidak bisa diubah, kepada siapa pun calon presiden yang akan terpilih pada Pilpres 9 Juli nanti, harus taat,” katanya. Pesan moral Bhinneka Tunggal Ika melalui aksi tanda tangan dan cap telapak tangan di atas kain kafan sepanjang lima meter ditujukan kepada capres terpilih agar semboyan negara dapat dijaga dan diterapkan para pemimpin bangsa.
Sinta Wahid juga mengungkapkan kegelisahannya, bahwasannya hubungan persaudaraan antar umat beragama di sejumlah daerah sedang terkoyak oleh fanatisme yang tidak berdasar.
“Fanatisme dilakukan sekelompok orang atau golongan yang cukup mengganggu nilai dan tatanan kerukunan lintas agama di masyarakat yang sudah tertanam baik. Para pemimpin harus bisa menjaga dan mempertahankan semua ini,” ujarnya.
Sinta menambahkan kekuatan kerukunan agama di Tanah Air harus terus ditumbuhkan dan harus menjadi pondasi dan kekuatan bangsa, bukan malah tercabik-cabik oleh bangsa sendiri.
Seusai memberikan sambutan singkat, Shinta mengawali tanda tangan di atas kain kafan bertuliskan “Kami Titip Bhinneka Tunggal Ika” diikuti dengan cap telapak tangan kanan diikuti keluarga Gusdur, pendeta GKJ Logandeng Yogantoro Prasetyawan, Pendeta Cristiyono, Romo Lukas Heru Purnawan MSF, Samanera Rahayu, Pinandite Sulistya, dan Aminuddin Aziz mewakili umat Nahdlatul Ulama (NU) Gunungkidul.
Ke Istana Negara Puluhan umat lintas agama lainnya juga membubuhkan tanda tangan dan cap telapak tangan di kafan yang rencananya akan dibentangkan di istana negara seusai pelaksanaan Pilpres nanti.
Pendeta GKJ Logandeng Yogantoro Prasetyawan yang mewakili umat Kristen dan Forum Lintas Iman (FLI) Gunungkidul mengungkapkan bahwa Sinta Wahid adalah salah satu penerus pejuang pluralisme Gusdur berkenan hadir di tengah-tengah kaum minoritas di Gunungkidul.
Menurut Yogantoro yang juga aktivis FLI, Gunungkidul menjadi salah satu kabupaten di DIY yang patut menjadi perhatian semua pihak termasuk pemerintah atas kasus kasus intoleransi selama ini datang dari kelompok tertentu yang tidak memahami penting menjaga kemajemukan masyarakat.
Sebelumnya, istri Gus Dur menggelar sahur bersama lintas agama dan santri pondok pesantren Darul Quran Ledoksari, Kepek, Wonosari. Di acara sahur bersama menu ma kanan tradisional, Shinta juga mengajak para santri untuk meningkatkan ibadah puasa di bulan Ramadan.
Ratusan santri ponpes pimpinan kiai Kharis Masjuki, Sinta mengingatkan bangsa akan mudah hancur manakala nilai-nilai kerukunan lintas agama tidak dijaga dengan baik.
Koordinator Aliansi Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Dwi Rusjiyati Agnes, SPd mengatakan, sahur keliling Ibu Sinta Nuraiyah di sejumlah provinsi di Indonesia menjadi agenda rutin di bulan Ramadan.
“Kegiatan rutin ini memberikan perhatian khusus bagi masyarakat marginal, kaum miskin, anak yatim piatu dan masyarakat telantar yang tidak mendapatkan perhatian pemerintah,” pungkas Agnes pegiat pluralisme DIY

http://www.satuislam.org/nasional/sinta-nuriyah-pemimpin-bangsa-mutlak-mengedepankan-kebhinekaan/

Kampung Unik, Hanya Ada di Patuk, Gunungkidul


REP | 29 June 2014 | 21:03 Dibaca: 144   Komentar: 1   1
1404050351669761477
Jembantan Gantung menuju Kampung Unik. Dok Bewe
Kampung ini unik. Sangat unik. Luas wilayahnya cuma 5000 meter persegi, tetapi ditempat-tinggali oleh 96 KK, 370 jiwa. Berdasarkan laporan per Agustus 2013, rincian penduduk: 178 L, 192 P. Perkembangan 2014 belum terlaporkan. Itulah Kampung Nusantara, yang terletak di kawasan Jelok, desa Beji, kecamatan Patuk, Gunungkidul.

Edi Sutrisno, Kepala Desa Beji dua periode, yang tanggal 30 Juni, Senin 2013 habis masa jabatannya, mengungkapkan hal itu, di rumahnya, perihal keunikan desa wisata yang didirikan tahun 2012 silam.
“Kampung Nusantara itu nama sebuah destinasi (objek wisata) Mas. Jangkauan dari ibukota Kecamatan Patuk 6 km. Tetapi kalau dari Wonosari kota, sekitar 17 km,” kata Edi Sutrisno, Minggu siang, 29/6/2014.
Untuk mencapai kampung unik, demikian Edi Sutrisno menambahkan, wisatawan harus uji nyali. Mereka menyeberang sungai Oya melalui jembatan gantung sepanjang 98 m. Jembatan tersebut selebar 1,70 m, disangga tiang cor, dicincang kawat seling.
Awalnya, ini penjelasan Sunardi (40) dukuh setempat, Kampung Nusantara (KN) didesain utnuk pembelajaran warga dalam mengapresiasi lingkungan. Di kawasan KU, warga belajar membuat pesemaian, berdiskusi soal ilmu pertanian ala kadarnya.
“Subandi, Sukriyanto, Harjono oleh masyarakat dipercaya sebagai ketua, sekretaris dan bendahara Pokdarwis KN,” ungkap Sunardi.
Mengikuti perkembangan pariwisata, masyarakat Jelok berubah pikiran. Ini tidak lepas dari dorongan Aminudin Aziz mahasiswa UNY yang KKN di Jelok tahun 2008.
“Kami bertiga, bersama rekan-rekan Karang Taruna didorong untuk mengemangkan KN, sebagai kawasan wisata yang unik,” kata Subandi (38), Ketua Pokdarwis.
Sebagaimana terlihat seperti sekarang, demikian Subandi alias Teblah menjelaskan, KN ini memiliki 1 aula, 2 buah rumah panggung dan 7 Gazebo.
Tak sebatas itu, KN punya sebuah getek (rakit) terbuka, berukuran 4 x 6 meter. Disediakan untuk pengujung yang ingin makan malam di atas air.
Dengan penerangan lilin, teriring alunan musik Jawa (gamelan) gender dan siter, wisatawan bebas menikmati udara malam hari, di atas sungai Oya.
“Tetapi itu hanya paket pada musim kemaru Pak, di musim hujan, jelas tidak mungkin wisatawan kita suguhi atraksi seperti itu,” kata Subandi mengakhiri penjelasannya.