04/12/14

Kampung Unik, Hanya Ada di Patuk, Gunungkidul


REP | 29 June 2014 | 21:03 Dibaca: 144   Komentar: 1   1
1404050351669761477
Jembantan Gantung menuju Kampung Unik. Dok Bewe
Kampung ini unik. Sangat unik. Luas wilayahnya cuma 5000 meter persegi, tetapi ditempat-tinggali oleh 96 KK, 370 jiwa. Berdasarkan laporan per Agustus 2013, rincian penduduk: 178 L, 192 P. Perkembangan 2014 belum terlaporkan. Itulah Kampung Nusantara, yang terletak di kawasan Jelok, desa Beji, kecamatan Patuk, Gunungkidul.

Edi Sutrisno, Kepala Desa Beji dua periode, yang tanggal 30 Juni, Senin 2013 habis masa jabatannya, mengungkapkan hal itu, di rumahnya, perihal keunikan desa wisata yang didirikan tahun 2012 silam.
“Kampung Nusantara itu nama sebuah destinasi (objek wisata) Mas. Jangkauan dari ibukota Kecamatan Patuk 6 km. Tetapi kalau dari Wonosari kota, sekitar 17 km,” kata Edi Sutrisno, Minggu siang, 29/6/2014.
Untuk mencapai kampung unik, demikian Edi Sutrisno menambahkan, wisatawan harus uji nyali. Mereka menyeberang sungai Oya melalui jembatan gantung sepanjang 98 m. Jembatan tersebut selebar 1,70 m, disangga tiang cor, dicincang kawat seling.
Awalnya, ini penjelasan Sunardi (40) dukuh setempat, Kampung Nusantara (KN) didesain utnuk pembelajaran warga dalam mengapresiasi lingkungan. Di kawasan KU, warga belajar membuat pesemaian, berdiskusi soal ilmu pertanian ala kadarnya.
“Subandi, Sukriyanto, Harjono oleh masyarakat dipercaya sebagai ketua, sekretaris dan bendahara Pokdarwis KN,” ungkap Sunardi.
Mengikuti perkembangan pariwisata, masyarakat Jelok berubah pikiran. Ini tidak lepas dari dorongan Aminudin Aziz mahasiswa UNY yang KKN di Jelok tahun 2008.
“Kami bertiga, bersama rekan-rekan Karang Taruna didorong untuk mengemangkan KN, sebagai kawasan wisata yang unik,” kata Subandi (38), Ketua Pokdarwis.
Sebagaimana terlihat seperti sekarang, demikian Subandi alias Teblah menjelaskan, KN ini memiliki 1 aula, 2 buah rumah panggung dan 7 Gazebo.
Tak sebatas itu, KN punya sebuah getek (rakit) terbuka, berukuran 4 x 6 meter. Disediakan untuk pengujung yang ingin makan malam di atas air.
Dengan penerangan lilin, teriring alunan musik Jawa (gamelan) gender dan siter, wisatawan bebas menikmati udara malam hari, di atas sungai Oya.
“Tetapi itu hanya paket pada musim kemaru Pak, di musim hujan, jelas tidak mungkin wisatawan kita suguhi atraksi seperti itu,” kata Subandi mengakhiri penjelasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar