Sabtu, 02/5/2009
WONOSARI: Runtuh sudah
pertahanan Bupati Gunungkidul, Suharto. Sikapnya berubah setelah didesak
ratusan demonstran agar mencantumkan pasal larangan, dalam rancangan peraturan
daerah (Raperda) tentang Minuman Beralkohol (Mihol) kemarin.
Ratusan demonstran yang menamakan diri Masyarakat
Anti Mihol memenuhi Bangsal Sewokoprojo di Kantor Dinas Bupati kemarin siang.
Awalnya Suharto berusaha memberikan pengertian pada demonstran tentang
perizinan penjualan minuman keras (miras). Perizinan itu diatur khusus untuk
hotel bintang 3, 4 dan 5. Penjelasan Suharto tetap tak bisa diterima massa.
Mereka bersikeras untuk wilayah Gunungkidul secara mutlak harus menolak miras
tanpa kecuali. Bahkan juga untuk kepentingan kesehatan, pengobatan dan
keagamaan. Orasi pun menggelora lagi. Saat didesak untuk kembali penyampaikan
pendapatnya, Bupati langsung menyatakan kesanggupannya mencoret draf pasal
raperda yang dinilai masih memberikan peluang peredaran mihol. Termasuk poin
pengecualian bagi hotel berbintang 3,4 dan 5. ”Ndak perlu dibuat susah kalau
memang masyarakat sudah menghendaki. Biarkan saja kalau memang nanti aturan
ternyata diubah biar itu pemerintah pusat maupun provinsi,” kata Suharto
didampingi sejumlah pejabat Pemkab Gunungkidul dan kepolisian.
Mendengar penyataan Bupati ini massa langsung
meluapkan kegembiraannya dengan berulangulang menyerukan takbir. Massa yang
terdiri dari organisasi masyarakat (ormas) Islam pimpinan Harun Al Rosyid,
pemilik Pondok Pesantren Al-Hikmah, Sumberejo, Kecamatan Karangmojo, langsung
sujud syukur. Suharto bahkan langsung dipeluk sejumlah demonstran sebagai
bentuk apresiasi dan dukungan, atas kesediannya menyempurnakan kembali pasal
demi pasal Raperda Mihol.
Massa akhirnya membubarkan diri secara tertib.
Segera akomodasi Kepada Harian Jogja, Suharto, menyatakan kesiapannya untuk
segera mengakomodasi tuntutan masyarakat dengan merubah beberapa poin pasal
yang ditentang. Suharto mengaku, mutlak atau tidaknya pasal larangan sebenarnya
tidak menjadi persoalan terpenting. Lebih-lebih menurut Suharto, larangan miras
tetap tidak bisa terlepas dari pengawasan dan pengendalian, seperti perjudian.
Tak hanya itu, Suharto juga memastikan tidak perlu adanya menyempurnakan batang
tubuh melainkan penghilangan beberapa pasal sebagaimana dinilai kurang
memuaskan saja.
Apakah perlu pasal pengecualian miras untuk
kepentingan medis, pengobatan, jamu bahkan ritual keagamaan? Bupati menegaskan
tidak ada. ”Kalaupun ada biar pengecualian itu dari pemerintah pusat maupun
provinsi.” Sementara itu, ketika dihubungi secara terpisah, Amminudin Azis Lembaga Kajian dan Studi
Sosial (LKdS) Gunungkidul menyayangkan sikap Bupati. Meski melihat saat itu
posisi Bupati terdesak, Aminuddin menilai justru saat ini menjadi kesempatan
untuk memberikan pemahaman dan pendidikan hukum secara luas.
”Nah bagaimana kalau di sini goyah, di sana goyah
begini. Kalau tidak arif bijaksana dengan kepentingan lain saya lebih
sependapat sekadar melihat miras saja juga dilarang saja,” kata Amminudin.
Sementara itu Nurasyid anggota Panitia Khusus Mihol DPRD, menyatakan draf
Raperda tentang Mihol masih belum mengatur secara lengkap soal produksi
oplosan. “Ramuan oplosan belum jelas disebutkan dalam draf ini,” kata
Nuasyid.Oleh Endro Guntoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar