Dusun Jelok dahulunya merupakan
daerah yang terisolir dikarenakan akses jalan yang sulit. Untuk menuju desa
inipun terkendala karena harus melewati Kali Oyo yang lebarnya mencapai 80 m, dengan menggunakan rakit dari
bambu atau sering disebut gethek, itupun kalau arus sungai tidak deras. Namun
semenjak tahun 1996 saat tempat ini dipakai sebagai lokasi KKN dari mahasiswa
UNY, masyarakat bersama mahasiswa UNY membangun Jembatan untuk memudahkan akses
ke desa tersebut.
Dengan semangat gotong royong yang
tinggi dan jiwa kebersamaan warga bersama Mahasiswa tersebut menjadi kunci
untuk mewujudkan kemajuan desa mereka, namun bencana gempa bumi yang mengoyak
Yogyakarta pada Mei 2006, menjadi awal ketidak harmonisan warga dusun jelok,
hal ini karena bantuan pemerintah yang tidak merata antara satu warga dengan
warga yang lain yang kondisinya saat itu sama. Kondisi ini pun disadari oleh
seorang pemuda Kelahiran Wonosari, yang bernama Aziz yang juga merupakan salah satu mahasiswa UNY yang ikut KKN
pada tahun 1996 tersebut. Pemuda ini sering dicurigai karena bukan merupakan
warga dusun jelok, namun perlahan tapi pasti pemuda dengan beberapa pemuda
setempat, mencoba untuk menumbuhkan kembali kepercayaan serta membangun kembali
kebersamaan yang hampir sirna.
Dengan membangun sebuah gubung
ditanah kas desa, sebagai tempat untuk nongkrong sekaligus ngobrol untuk
mengakrabkan kembali warga. Sampai saat inipun gubug tersebut masih ada dan
dipergunakan sebagai tempat belajar dan ngobrol pada malam hari.
Daris sinilah awal mula desa wisata
Jelok terbentuk, dari obrolan yang ringan penuh kebersamaan tercetuslah satu
gagasan untuk meningkatkan kualitas hidup warga dusun Jelok namun tetap menjaga
dan melestarikan budaya serta lingkungan yang asri. Dusun Jelok yang berada di
desa Beji, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta dengan luas sekitar 75 Ha
inipun pada tahun 2010 menggelar acara festival dan merti kali oyo dengan
berbagai kegiatan yang intinya tentu saja agar warga secara bersama sama saling
bahu membahu serta berdoa bersama disungai oyo yang ada di desa tersebut. Mulai
dari situ Desa ini mulai dikenal, dan dengan potensi tersebut pada tahun 2010
menjadi desa wisata yang berbasis masyarakat, budaya dan lingkungan.
Berbagai wisata yang dapat anda
nikmati, berupa wisata petualangan dengan arung jeram di sungai oyo, menangkap
ikan, bersepeda, kemah serta outbond. Ada pula wisata pendidikan yang berupa
penyediaan perpustakaan, melukis, menggambar, bertani organic, membuat biogas,
membuat pupuk kompos serta membuat arang. Untuk wisata budaya dapat anda
saksikan merti kali, jathilan, dan mocopat.
Untuk merasakan keramahan serta
keakraban warga anda bisa tinggal di rumah warga dengan biaya Rp. 50.000,- per
malam untuk 4 orang anda dapat mencicipi masakan ala ndeso yang dipetik
langsung dari sawah organic. Untuk beberapa kegiatan yang membutuhkan pemandu
ditempat ini 8 pemandu siap mengantar anda untuk berpetualang di desa ini. Satu
hal yang paling menarik anda bisa menikmati Dinner on the river, seperti halnya
di beberapa Negara eropa berupa makan malam di atas gethek atau rakit bambu,
dengan iringan alunan music dan tembang macapat.
How to get there :
- Dengan menggunakan angkutan umum dari Yogyakarta jurusan wonosari turun di desa Putat dekat sirkuit putat, dilanjutkan dengan ojek jarak kurang lebih 2 km dari desa putat
- Dengan kendaraan pribadi roda dua maupun empat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar