La[pran WEartawan Tribun Jogya/ Agung Ismiyanto
Selain kesan negatif pada masyarakat melekat, ia juga melihat adanya kejanggalan di beberapa operasi aparat kepolisian. Idealnya, di jarak 100 meter sudah ada tanda-tanda akan adanya razia. Namun, justru di sekitar jarak 25 meter, baru muncul kalau ada razia. "Sebenarnya razia itu baik bila memang untuk kemanan, namun kalau terlalu sering ya tidak bagus," lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial Gunungkidul, Aminudin Azis menjelaskan bahwa ia juga sering menerima banyak keluhan masyarakat terkait dengan tingginya volume razia kepolisian di jalan raya yang dinilainya berlebihan.
"Nantinya bila terlalu sering, akan berdampak sangat negatif bagi aparat kepolisian. Maka perlu ada kebijakan yang wajar, Polisi adalah mitra dan pelindung masyarakat," jelasnya.
Aminudin juga menilai bahwa dengan adanya operasi lalu lintas tersebut, seharusnya memang mengingat adanya hal-hal urgen. Namun, bila hanya kebijakan yang kurang tepat, bisa dipastikan ada maksud tertentu di dalamnya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Kapolres Gunungkidul, AKBP Ihsan Amin menjelaskan bahwa operasi tersebut dilakukan dalam rangka untuk menciptakan ketertiban dan kemanan. "Itu merupakan kebijakan Polres dalam rangka mempersempit ruang gerak pelaku pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat) dan pencurian sepeda motor (curanmor)," tandasnya. (ais)
TRIBUNJATENG
.COM GUNUNGKIDUL, Sejumlah warga masyarakat di Gunungkidul mengeluhkan
kebijakan operasi tertib lalu lintas (Tiblantas) yang dilakukan oleh
Polres Gunungkidul. Masyarakat menilai bahwa operasi yang dilakukan
dalam sehari hingga beberapa kali, justru menimbulkan kesan negatif bagi
masyarakat.
Informasi yang dihimpun Tribun Jogja, diketahui
bahwa sejumlah titik seperti Kali Pentung, Patuk dan juga Ruas jalan
Wonosari-Yogyakarta di depan persatuan Djamaah Haji Indonesia (PDHI)
kerap menjadi lokasi sasaran razia. "Yang sangat kami sayangkan adalah
seringnya Razia kepolisian itu yang menjadi momok bagi masyarakat.
Bahkan kadang sehari bisa lebih dari empat sampai lima kali. Polisi khan
sebagai pengayom," jelas Rino Sukedi (35), pengguna jalan asal
Yogyakarta.
Selain kesan negatif pada masyarakat melekat, ia juga melihat adanya kejanggalan di beberapa operasi aparat kepolisian. Idealnya, di jarak 100 meter sudah ada tanda-tanda akan adanya razia. Namun, justru di sekitar jarak 25 meter, baru muncul kalau ada razia. "Sebenarnya razia itu baik bila memang untuk kemanan, namun kalau terlalu sering ya tidak bagus," lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial Gunungkidul, Aminudin Azis menjelaskan bahwa ia juga sering menerima banyak keluhan masyarakat terkait dengan tingginya volume razia kepolisian di jalan raya yang dinilainya berlebihan.
"Nantinya bila terlalu sering, akan berdampak sangat negatif bagi aparat kepolisian. Maka perlu ada kebijakan yang wajar, Polisi adalah mitra dan pelindung masyarakat," jelasnya.
Aminudin juga menilai bahwa dengan adanya operasi lalu lintas tersebut, seharusnya memang mengingat adanya hal-hal urgen. Namun, bila hanya kebijakan yang kurang tepat, bisa dipastikan ada maksud tertentu di dalamnya.
Sementara dikonfirmasi terpisah, Kapolres Gunungkidul, AKBP Ihsan Amin menjelaskan bahwa operasi tersebut dilakukan dalam rangka untuk menciptakan ketertiban dan kemanan. "Itu merupakan kebijakan Polres dalam rangka mempersempit ruang gerak pelaku pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat) dan pencurian sepeda motor (curanmor)," tandasnya. (ais)
Editor : budi_pras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar