Gunung
Kidul, NU Online
Masyarakat Dusun Jelok, Beji, Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta dalam menyambut Ramadhan dengan menggelar kreasi wayang
kulit shalawat.
"Wayang shalawat yang dibawakan ki Walodeng sebagai dalangnya merupakan
perpaduan antara shalawat bahasa jawa yang sudah digubah lagunya ke dalam
gending-gending Jawa dengan penampilan punokawan wayang kulit, jadi langsung
`goro-goro?," kata kreator wayang shalawat, Aminuddin Azis, disela-sela
acara itu, Kamis.
Dia mengatakan keunikan wayang shalawat terletak pada wayang yang hanya terdiri
dari "kayon" dan punokawan, Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar, yang
dimulai dengan shalawat badr dan shalawat-shalawat bahasa Jawa lainnya,
katanya.
Menurut dia, dengan adanya wayang kulit tersebut dapat dijadikan hiburan
alternatif di tengah banyaknya suguhan sinetron dan film yang terkadang
menerjang kearifan lokal dan mengikis budaya atau tradisi.
"Wayang shalawat ini dapat menjadi hiburan alternatif bagi masyarakat
Dusun Jelok yang secara geografis merupakan masyarakat terpencil namun memiliki
potensi wisata dan budaya," katanya.
Dia mengatakan isi cerita tidak berdasarkan pakem pewayangan yang sudah
dibakukan namun lebih ditekankan pada kasus-kasus social yang dikemas secara
jenaka.
"Penampilan wayang shalawat selain sebagai suatu yang baru juga
menyuguhkan cerita yang membumi, dalam artian ceritanya merupakan kisah
masyarakat desa keseharian dan isu-isu sosial misalnya kemiskinan,
pengangguran, dan lain-lain yang dikemas dengan jenaka dan tanpa terikat pakem
perwayangan sehingga ketika masyarakat menyaksikan seolah-olah itu adalah
cerita dirinya," katanya.
Menurut dia, masyarakat saat ini sering terbuai dengan hiburan televisi yang
terkadang jauh dari realitas sosial yang ada dan lebih banyak menampilkan
kemewahan, percekcokan keluarga dan kisah percintaan yang mengharu-biru
sehingga masyarakat terbawa kisah-kisah sinetron dalam kesehariannya.
Dia mengatakan pemain merupakan gabungan dari kelompok rebana dari Dusun
Kayangan, Bogor, Kecamatan Playen dengan masyarakat setempat yang sebelumnya
merupakan pemain gamelan (niyogo). (ant/mad)
Wayang Shalawat Ki Walodeng
Kamis, 5 Agustus 2010 | 09:24 WIB
GUNUNGKIDUL, KOMPAS.com — Masyarakat Dusun Jelok, Beji,
Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar
kreasi wayang kulit shalawat dalam menyambut Ramadhan. "Wayang
shalawat yang dibawakan Ki Walodeng sebagai dalangnya merupakan
perpaduan antara shalawat bahasa Jawa yang sudah digubah lagunya ke
dalam gending-gending Jawa dengan penampilan punokawan wayang kulit,
jadi langsung 'goro-goro'," kata kreator wayang shalawat, Aminuddin
Azis, di sela-sela acara itu, Kamis (5/8/2010). Dia mengatakan,
keunikan wayang shalawat terletak pada wayang yang hanya terdiri dari
`kayon? dan punokawan, Petruk, Gareng, Bagong, dan Semar, yang dimulai
dengan shalawat badr dan shalawat-shalawat bahasa Jawa lainnya, katanya.
Menurut dia, dengan adanya wayang kulit tersebut dapat dijadikan
hiburan alternatif di tengah banyaknya suguhan sinetron dan film yang
terkadang menerjang kearifan lokal dan mengikis budaya atau tradisi.
"Wayang shalawat ini dapat menjadi hiburan alternatif bagi masyarakat
Dusun Jelok yang secara geografis merupakan masyarakat terpencil namun
memiliki potensi wisata dan budaya," katanya. Dia mengatakan, isi
cerita tidak berdasarkan pakem pewayangan yang sudah dibakukan, tetapi
lebih ditekankan pada kasus-kasus sosial yang dikemas secara jenaka.
"Penampilan wayang shalawat selain sebagai suatu yang baru juga
menyuguhkan cerita yang membumi. Dalam artian ceritanya merupakan kisah
masyarakat desa keseharian dan isu-isu sosial, misalnya kemiskinan dan
pengangguran yang dikemas dengan jenaka dan tanpa terikat pakem
pewayangan sehingga ketika masyarakat menyaksikan seolah-olah itu adalah
cerita dirinya," katanya. Menurut dia, masyarakat saat ini sering
terbuai dengan hiburan televisi yang terkadang jauh dari realitas
sosial yang ada dan lebih banyak menampilkan kemewahan, percekcokan
keluarga dan kisah percintaan yang mengharu biru sehingga masyarakat
terbawa kisah-kisah sinetron dalam kesehariannya. Dia mengatakan,
pemain merupakan gabungan dari kelompok rebana dari Dusun Kayangan,
Bogor, Kecamatan Playen, dengan masyarakat setempat yang sebelumnya
merupakan pemain gamelan. "Para pemain kami gabungkan dan hanya
berlatih tiga kali sudah dapat tampil menghibur masyarakat," katanya.
Sementara itu, Kepala Dusun Jelok, Ngadiono, mengatakan, sangat
senang dengan terbentuknya kembali kelompok kesenian lokal di dusunnya.
"Dulu di Dusun Jelok pernah ada kelompok "nyepel" (nembang gending
Jawa), namun karena gamelannya dijual, akhirnya bubar dan sekarang hidup
lagi dengan kreasi yang berbeda dan lebih menari," katanya.
http://oase.kompas.com/read/2010/08/05/09241886/Wayang.Shalawat.Ki.Walodeng