Kampung
ini unik. Sangat unik. Luas wilayahnya cuma 5000 meter persegi, tetapi
ditempat-tinggali oleh 96 KK, 370 jiwa. Berdasarkan laporan per Agustus
2013, rincian penduduk: 178 L, 192 P. Perkembangan 2014 belum
terlaporkan. Itulah Kampung Nusantara, yang terletak di kawasan Jelok,
desa Beji, kecamatan Patuk, Gunungkidul.
Edi
Sutrisno, Kepala Desa Beji dua periode, yang tanggal 30 Juni, Senin
2013 habis masa jabatannya, mengungkapkan hal itu, di rumahnya, perihal
keunikan desa wisata yang didirikan tahun 2012 silam.
“Kampung
Nusantara itu nama sebuah destinasi (objek wisata) Mas. Jangkauan dari
ibukota Kecamatan Patuk 6 km. Tetapi kalau dari Wonosari kota, sekitar
17 km,” kata Edi Sutrisno, Minggu siang, 29/6/2014.
Untuk
mencapai kampung unik, demikian Edi Sutrisno menambahkan, wisatawan
harus uji nyali. Mereka menyeberang sungai Oya melalui jembatan gantung
sepanjang 98 m. Jembatan tersebut selebar 1,70 m, disangga tiang cor,
dicincang kawat seling.
Awalnya,
ini penjelasan Sunardi (40) dukuh setempat, Kampung Nusantara (KN)
didesain utnuk pembelajaran warga dalam mengapresiasi lingkungan. Di
kawasan KU, warga belajar membuat pesemaian, berdiskusi soal ilmu
pertanian ala kadarnya.
“Subandi, Sukriyanto, Harjono oleh masyarakat dipercaya sebagai ketua, sekretaris dan bendahara Pokdarwis KN,” ungkap Sunardi.
Mengikuti
perkembangan pariwisata, masyarakat Jelok berubah pikiran. Ini tidak
lepas dari dorongan Aminudin Aziz mahasiswa UNY yang KKN di Jelok tahun
2008.
“Kami
bertiga, bersama rekan-rekan Karang Taruna didorong untuk mengemangkan
KN, sebagai kawasan wisata yang unik,” kata Subandi (38), Ketua
Pokdarwis.
Sebagaimana
terlihat seperti sekarang, demikian Subandi alias Teblah menjelaskan,
KN ini memiliki 1 aula, 2 buah rumah panggung dan 7 Gazebo.
Tak sebatas itu, KN punya sebuah getek (rakit) terbuka, berukuran 4 x 6 meter. Disediakan untuk pengujung yang ingin makan malam di atas air.
Dengan
penerangan lilin, teriring alunan musik Jawa (gamelan) gender dan
siter, wisatawan bebas menikmati udara malam hari, di atas sungai Oya.
“Tetapi itu hanya paket pada musim kemaru Pak, di musim hujan, jelas tidak mungkin wisatawan kita suguhi atraksi seperti itu,” kata Subandi mengakhiri penjelasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar