Minggu, 8 Juli 2012 08:35 WIB |
Tri Wahyu Utami/JIBI/Harian Jogja
Di Desa Wisata Jelok, Anda bakal dimanjakan oleh suasana kampung
dengan penduduknya yang ramah. Anda bisa berpetualang, bertani, belajar
bahkan makan malam di atas Kali Oya.
Dusun Jelok, Desa Beji, Patuk Gunungkidul, konon terisolir karena
akses jalan sangat sulit, harus melewati Kali Oya selebar 80 meter.
Untuk bersekolah, siswa menyeberang kali dengan gethek terbuat dari
bambu. Tahun 1996, jembatan dibangun atas inisiatis masyarakat dan
mahasiswa KKN dari UNY.
Jembatan sepanjang 82 meter dengan lebar satu meter itu kemudian
menjadi satu-satunya jalan menuju Jelok, yang mulai 2010 dikenal sebagai
Desa Wisata. “Sebenarnya ada jalan lain, tapi harus melewati hutan dan
jaraknya sangat jauh,” kata Aminudin Azis, penggagas Desa Wisata Jelok.
Melihat kegotongroyongan masyarakat yang begitu besar, Azis kelahiran
Wonosori, Gunungkidul yang saat itu turut KKN tergelitik untuk membantu
lebih jauh. Tahun 2006, jiwa kegotongroyongan itu mulai sirna akibat
bantuan pemerintah kepada korban gempa tidak merata.
Keharmonisan kampung pun terkoyak. Sebagai orang luar, Azis kerap
dicurigai masyarakat. Tapi, kemudian ia dan beberapa pemuda mampu
memupuk kembali kebersamaan warga secara pelan-pelan, salah satunya
dengan mendirikan gubug di tanah khas desa. Gubug yang hingga kini
berdiri kokoh itu dimanfaatkan untuk tempat belajar anak-anak dan
ngobrol setiap malam.
Dari obrolan, tumbuhlah gagasan agar kampung Jelok meningkat secara
ekonomi disamping tetap melestarikan budaya dan lingkungan. Pada 2010,
digelar festival dan merti kali oya, dengan serangkaian kegiatan lomba
lukis, mewarnai nonbar, kesenian tradisional. “Tujuannya agar masyarakat
kumpul untuk berdoa bersama-sama di sungai,” jelas Azis.
Sejak itulah, Jelok mulai dikenal. Azis dan warga memanfaatkan
potensi ini untuk membentuk konsep desa wisata berbasis masyarakat,
budaya dan lingkungan. Wisata di kampung seluas 75 hektare ini dibagi
menjadi wisata petualangan, yakni arung jeram, menangkap ikan,
bersepeda, berkemah, outbond. Wisata pendidikan, membaca di
perpustakaan, melukis, menggambar, bertani oragnik, membuat biogas,
pupuk kompos dan arang. Sementara wisata budaya, seperti pertunjukan
merti kali, jathilan, macapat.
Ramah
Paling menarik di desa wisata yang terletak 30 kilometer dari Kota Jogja
ini adalah penduduknya yang ramah. Anda bisa bermalam di rumah warga,
merasakan masakan ala ndeso yang dipetik dari sawah organik dengan biaya
yang sangat murah, Rp50.000 per malam untuk 4 orang. Delapan pemandu
wisatanya pun sangat ramah, mereka akan mefasilitasi wisata yang Anda
pilih.
Jelok juga menyediakan paket wisata outbond untuk anak-anak TK-SD dan
umum. Menariknya, kampung berpenduduk 105 KK ini tidak mematok harga.
“Misalnya ada yang pesan untuk outbond, disesuaikan dengan keinginan
mereka maunya permainan apa. Pernah, karena sekolah dananya sedikit,
satu anak Rp50.000 itu sudah termasuk game selama 4 jam, makan siang dan
snack,” tambah koordinator lintas agama di Gunungkidul ini.
Paket wisata ini tentu sangat sayang jika dilewatkan, karena di Jelok
Anda tidak hanya bisa bersenang-senang, tapi memperoleh pengalaman yang
luar biasa. Mulai akhir Juni 2012, dinner on the river sudah bisa
dinikmati. Layaknya di belahan Eropa, makan malam di atas gethek bambu
yang terapung di kali oya ini kian mantap, dihibur alunan musik dan
tembang macapat di atas sampan. Dinner ini biasanya dilangsungkan
setelah pengunjung pada siang harinya letih outbond. Seakan ‘pulang’ ke
kampung halaman, mereka bisa menyantap ikan hasil tangkapannya sendiri,
dengan lauk sayur lodeh, urap dan sambal ala ndeso. Selamat mencoba…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar