Tribun Jogja - Senin, 22 Oktober 2012 12:21 WIB
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung
Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL- Suara riuh dari puluhan anak muda
mengumandang di balik rerimbunan pohon tebu Dusun Jelok, Desa Beji, Kecamatan
Patuk, Minggu (21/10/2012). Semilir angin yang sejuk di pedusunan yang dikenal
dengan kampung Nusantara Jelok tersebut, mengiringi kegembiraan puluhan pemuda
tersebut.
Di sebuah tempat berbentuk joglo,
tampak puluhan pemuda bergandengan tangan, senyum lebar merekah dari bibir
mereka. Paduan musik dengan ritme yang menggugah badan untuk bergoyang
terdengar keras. Beberapa diantaranya mengenakan pakaian tradisional adat Alor.
Puluhan pemuda tersebut berasal dari kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT).
Mereka menarikan tarian adat yang
dikenal dengan nama Lego-lego. Tak jarang, warga setempat juga diajak untuk
berpartisipasi dalam menarikan tarian ini. Tarian ini, dilakukan dengan
bergandengan tangan antara peserta tari dan secara berputar dengan gerakan yang
monoton. Tetapi, semangat dalam tarian ini adalah kebersamaan. Semua merasa
gembira, seakan terbius oleh alunan musik yang menghentak.
Dijelaskan
oleh salah satu peserta tarian Lego-lego, Dece N.B. Tabun, tarian tersebut
menunjukkan kebersamaan. “Kami berusaha untuk menunjukkan kerukunan meskipun
berbeda suku, ras dan agama,” jelasnya kepada Tribun Jogja.
Dece, yang merupakan mahasiswi
jurusan Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(Fisip), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ini, mengatakan bahwa kegiatan
menari Lego-lego tersebut merupakan tradisi masyarakat Alor yang masih lestari.
Ia menambahkan karena musik yang asyik dan rasa kebersamaan yang begitu kental,
membuat masyarakat Alor betah menari selama berjam-jam.
“Tak jarang, kalau ada acara
tradisional di Alor bisa sampai tujuh hari tujuh malam,” jelasnya.
Dece dan beberapa kawan lainnya,
sangat mengagumi alam. Mereka melakukan malam keakraban dengan himpunan
mahasiswa Alor yang bertempat di dusun Jelok. Menurutnya, di tempat itulah
mereka juga dapat mengenali kehidupan yang rukun masyarakat Yogyakarta.
“Saya sangat
senang dengan persaudaraan yang ada di wilayah ini. Termasuk kerukunan
masyarakat yang masih terpelihara dengan baik,” ungkapnya.
Salah satu warga dan pengelola
kampung nusantara Jelok, Aminudin Azis,
mengaku sangat senang saat diajak menari Lego-lego. Ia mengaku senang dengan
kedatangan ratusan mahasiswa Alor tersebut untuk mengenali suasana pedesaan
dengan tajuk “Memboyong Cinta Alor Untuk Yogyakarta”.
“Termasuk saya mengapresisasi ajakan
mereka untuk menciptakan selalu kerukunan tanpa memandang perbedaan suku,
agama, golongan dan ras yang ada di masyarakat,” jelasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar