Indonesia “Negara Hukum?”
Di tengah kebanggaan sebagai negara paling demokratis ke tiga di dunia,
negara ini justru dicederai oleh realitas miris dari terjadinya berbagai
kasus kekerasan atas nama agama di Indonesia. Hal ini juga mengingatkan
kita pada sang Presiden yang telah mendapat penghargaan sebagai tokoh
yang berhasil memelihara perdamaian bersama, meningkatkan hak asasi
manusia, kebebasan beragama, dan kerja sama antar agama.
Untuk kesekian kalinya kita mendengar adanya segerombolan orang yang
mengatasnamakan agama melakukan kekerasan terhadap orang lain. Peristiwa
yang menimpa salah seorang aktivis Forum Lintas Iman bernama Aminuddin
Azis yang terjadi di Gunung Kidul pada hari Jum’at (02/05/2014) berawal
dari beringasnya sebuah Ormas yang menamakan diri sebagai FJI (Front
Jihad Islam) yang merasa tidak suka terhadap statemen korban di sebuah
media online Gunung Kidul. Pengrusakan mobil dan caci maki terhadap
korban terjadi di salah satu perempatan di Gunung Kidul tak jauh dari
Gedung DPRD Gunung Kidul.
Peristiwa di atas menurut kami merupakan gambaran gamblang bahwa
demokrasi, kebebasan berpendapat dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
kita sedang berada dalam ancaman serius. Indonesia yang sering kita
sebut sebagai negara hukum, kenyataannya tidak sepenuhnya bisa kita
rasakan. Hal ini tentu merupakan akibat dari lemahnya penegakan hukum
oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Penegakan hukum dan pelanggaran
hukum merupakan variabel yang berkorelasi negatif, penegakan hukum yang
lemah tentu akan berakibat pada menguatnya pelanggaran hukum itu
sendiri. Di titik ini kita akan dihadapkan dengan pertanyaan tentang
keseriusan penegak hukum dalam menjalankan amanat undang-undang.
Ironisnya peristiwa brutalnya ormas yang mengatasnamakan Islam tersebut
justru terjadi tidak jauh dari gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini menunjukkan betapa pelaku sudah secara
tegas dan terang-terangan mengebiri tatanan hukum dan kehidupan
bernegara kita. Pihak kepolisian dengan segala fasilitas dan
kehormatannya seolah gagap dengan peristiwa peristiwa kekerasan semacam
ini, hal ini terbukti dari rendahnya responsifitas kepolisian dalam
mengungkap dan menangkap pelaku kekerasan tersebut. Sebut saja kasus
penyerangan kantor Yayasan LKiS pada tahun 2012, kasus penyerangan
terhadap jamaat Ahmadiyah di SMA Piri, intimidasi dan rencana
penyerangan terhadap Rausyan Fikr dan masih banyak lagi kasus-kasus
kekerasan atas nama agama yang hingga hari ini progress hukumnya tidak
jelas.
Dari uraian di atas maka kami, berpendapat bahwa:
1. Kehidupan demokrasi, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan dan beragama kita sudah dalam kondisi memperihatinkan
2. Aparat penegak hukum tidak cukup serius dalam menjaga harmoni
kehidupan beragama di Indonesia, sehingga melahirkan keresahan di
masyarakat
3. Realitasnya negara kita sebagai negara hukum justru melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum atas nama agama
Maka dari itu kami menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Meminta pihak penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku
kekerasan atas nama agama yang menimpa aktifis Forum Lintas Iman
(02/05/2014) sesuai dengan aturan hukum yang berlaku
2. Meminta kepada pemerintah daerah Gunung Kidul, aparat penegak hukum
dan semua instansi terkait untuk memberi perhatian khusus terhadap kasus
FJI dan aktivis Forum Lintas Iman Gunung Kidul.
3. Meminta kepada semua intstansi pemerintah untuk tegas melaksakan
amanat undang-undang pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing untuk beribadat.
4. Mengajak dan menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil untuk
melakukan advokasi penegakan hukum atas kasus-kasus kekerasan atas nama
agama dan melakukan pendidikan kritis kepada masyarakat agar tidak
terjebak ke dalam pemahaman keagamaan yang keliru.
Yogyakarta, 05 Mei 2014
http://www.lkis.or.id/blog2/?p=687