31/07/13

TERKAIT DEMO BLSM SEWAKAPRAJA: Banyak Pihak Disesalkan Permintaan Uang Transport

WONOSARI (KRjogja.com) - Banyak pihak menyesalkan akan aksi para demonstran warga Gedangsari terkait Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) di Bangsal Sewakpraja, Wonosari yang meminta uang transport kepada Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Agus Handriyanto. Permintaan tersebut mengubah aksi yang pro demokrasi, berujung pada pemalakan pejabat.
“Masyarakat boleh saja mengkritis pemerintah, tetapi hendaknya harus menghindari pemalakan maupun hal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi,” kata Rino Caroko Koordinator LSM Jejaring Rakyat Mandiri, Kamis (18/07/2013).
Aksi permintaan uang transport oleh demonstran, lanjutnya perlu diusut oleh pihak kepolisian. Termasuk pihak koordinator harus bertanggungjawab akan aksi tersebut. Warga yang meminta uang harus mengembalikan serta koordinator harus meminta maaf.
"Seharusnya bentuk penyampaian aspirasi dilakukan dengan sopan santun. Harus bisa bertindak sesuai dengan norma-norma yang ada, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang bersifat kurang simpatik atau melanggar roh demokasi,” ujarnya.
Terpisah Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKDS) Aminudin Azis juga sependapat dengan Rino Caroko, bahwa aksi yang digelar demonstrasi warga Gedangsari yang berakhir dengan meminta uang adalah tindakan tidak terpuji dan melanggar etika berdemokrasi. Tidak sepantasnya menyampaikan aspirasi disertai dengan meminta imbalan.
“Penyampaikan aspirasi warga seharusnya dilakukan dengan bijaksana, tanpa mencederai aksi demonstrasi yang digelar,” imbuhnya. (Ded)

http://krjogja.com/read/180772/banyak-pihak-disesalkan-permintaan-uang-transport.kr

27/07/13

BLSM : LSM Nilai Demonstran Pemalak Pejabat Sangat Memalukan


 
Foto Demonstran BLSM Gunungkidul
JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Ulah warga Kecamatan Gedangsari dan Girisubo yang berdemonstrasi dan berujung pemalakan terhadap pejabat-pejabat di Kabupaten Gunungkidul dinilai memalukan.
Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat Jejaring Rakyat Mandiri (Jerami) Gunungkidul Rino Caroko menganggap ulah warga-warga itu merupakan tindakan tidak terpuji.
Tindakan pemalakan merusak independensi gerakan sosial yang memandang demonstrasi sebagai bagian dari cara perjuangan. “Seharusnya koordinator aksi [demo] malu dan mengembalikan uangnya. Kemudian minta maaf kepada segenap elemen gerakan,” tegas Rino, Kamis (18/7/2013).
Pernyataan serupa juga diungkapkan Ketua Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKDS) Gunungkidul, Aminudin Aziz. Menurut dia, demonstrasi yang mewakili suara masyarakat harus memerhatikan etika.
Pada Rabu (17/7/2013), ratusan warga dari Desa Serut dan Ngalang dari Gedangsari ditambah warga Girisubo, berunjuk rasa di Bangsal Sewokoprojo, Kecamatan Wonosari. Pulangnya mereka melakukan pemalakan kepada pejabat Pemkab.
Kepala Satuan Reskrim Polres Gunungkidul Ajun Komisaris Polisi Suhadi menegaskan polisi tetap akan mendalami kasus pemalakan itu meski tanpa ada laporan kejadian. “Kami akan panggil saksi-saksi di lokasi kejadian,” ujarnya.

http://www.boyolalipos.com/2013/blsm-lsm-nilai-demonstran-pemalak-pejabat-sangat-memalukan-427825
http://www.harianjogja.com/baca/2013/07/19/blsm-lsm-nilai-demonstran-pemalak-pejabat-sangat-memalukan-427825
http://www.harianjogja.com/baca/2013/07/19/blsm-lsm-nilai-demonstran-pemalak-pejabat-sangat-memalukan-427825

25/07/13

LKDS dan JERAMI Kritisi Kunker Dewan


LKDS dan JERAMI Kritisi Kunker Dewan
Sorot Gunungkidul
Wonosari,(sorotgunungkidul.com)--Terkait pemberitaan kunjungan kerja (kunker) anggota dewan yang diwakilkan orang lain membuat kalangan aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) berang. Aminuddin Azis dari LKDS (Lembaga Kajian dan Studi Sosial) dan Rino Caroko dari JERAMI (Jejaring Rakyat Mandiri) angkat bicara. Mereka menuding kunjungan kerja adalah suatu bentuk pemborosan anggaran yang merugikan keuangan daerah serta tidak membawa efek bagi kesejahteraan masyarakat.
“Apa yang dilakukan itu sudah merupakan perilaku koruptif dan suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh anggota dewan. Karena dia juga telah melakukan pembohongan publik dengan mengirim orang lain untuk mewakili kunker, maka secara pribadi dia harus menjelaskan permasalahannya. Selain itu BK (Badan Kehormatan) DPRD juga harus aktif untuk menindak kasus ini,” tegas Aminuddin Azis, Direktur LKDS, Selasa (11/6/2013).
Senada dengan Azis, Rino Caroko aktivis JERAMI menyatakan, “Legislatif selaku representasi rakyat ternyata tidak menunjukkan keteladanan kepada masyarakat. Sebab anggaran yang selama ini dipergunakan untuk kunker justru akan memunculkan stereotip negatif bagi anggota dewan. Pemborosan adalah kata yang tepat untuk mereka. Kunker ke luar Jawa bukan menjadi solusi tepat untuk menyelesaikan persoalan yang ada di Gunungkidul. Gunungkidul banyak menyimpan SDM yang mumpuni, kenapa mereka tidak dilibatkan dalam proses pembenahan? Apalagi ini malah ada yang diwakilkan, ini akan menambah panjang kasus bagi anggota dewan, kunker kok diwakilkan ? Sama saja KKN itu namanya,” tegas Rino Caroko.

03/07/13

DPRD dan LSM: Tanggung Jawab Sepenuhnya Ada Pada Direktur RSUD Wonosari


DPRD dan LSM: Tanggung Jawab Sepenuhnya Ada Pada Direktur RSUD Wonosari !
Sorot Gunungkidul
Wonosari,(sorotgunungkidul.com)--Terkait pemberitaan sebelumnya tentang bobroknya management RSUD Wonosari terkait tidak adanya sopir ambulance manakala dibutuhkan pasien membuat Drs H Supriyadi, Ketua Komisi D DPRD Gunungkidul yang membidangi kesehatan berang dan memberikan kritikan pedas. "Tanggung jawab di RSUD Wonosari itu ada pada direktur. Jadi bila ada masalah seperti itu saya minta direktur tegas, jangan malah melemparkan permasalahan kepada anak buah," tegasnya, Jumat (28/6/2013).
Ditambahkan Supriyadi, RSUD Wonosari telah ditetapkan sebagai BLU (Badan Layanan Umum), seharusnya menjadi lebih professional dan baik dalam melayani pasien, “Sebagai BLU mestinya lebih baik dalam hal pelayanan kepada pasien. Dan kalau sampai terjadi masalah seperti yang menimpa Slamet Harjono tersebut membuktikan rendahnya kualitas pelayanan RSUD Wonosari. Saya benar-benar turut prihatin akan kejadian ini. Nanti direkturnya akan saya tegur, sebab bagaimanapun juga sebagai wakil rakyat saya turut kecewa. Disisi lain RSUD itu kan dibiayai pemerintah, jadi yang professional jangan asal asalan dalam melayani pasien,” katanya.
Aminuddin Azis, Direktur LKDS (Lembaga Kajian dan Studi Sosial) tak kalah lantang bersuara terkait tidak adanya sopir ambulance saat pasien membutuhkan, “Ini membuktikan bahwa management RSUD Wonosari benar-benar bobrok ! Apapun bentuknya kesalahan yang ada, itu adalah tanggung jawab direktur RSUD Wonosari, jangan dilemparkan kepada anak buah. Sebagai LSM saya berharap Bupati Gunungkidul tegas dalam hal ini. Sejak direktur hingga management secara keseluruhan silahkan diganti. Kalau hanya direkturnya dicopot, itu percuma. Sebab konflik off interest di RSUD Wonosari teramat besar, silahkan copot semua management RSUD Wonosari kemudian kontrak dengan pihak luar yang professional. Saya tahu kok banyak PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang mau dan bisa membenahi. Kalau management sudah tertata rapi, baru pelan-pelan bisa diisi orang yang benar-benar mengusai. Jangan seperti sekarang, antara management dan dokter nggak bisa seiring sejalan. Ini rumah sakit yang syarat misi menyelamatkan manusia, bukan asal-asalan. Saya sudah terlalu sering mendengar keluhan terkait bobroknya rumah sakit, jadi sekali lagi saya harapkan, perlu ketegasan buparti dalam hal ini,” kata Aminuddin Azis.
 

Drs Budi Utama M.Pd: Yogyakarta Tidak Sama Dengan Jakarta


Drs Budi Utama M.Pd: Yogyakarta Tidak Sama Dengan Jakarta
Sorot Gunungkidul
Wonosari,(sorotgunungkidul.com)--Terkait wacana tidak perlunya DPRD Kabupaten yang dilontarkan Aminuddin Azis dari LKDS saat acara diskusi angkringan Ikatan Mahasiswa Gunungkidul minggu lalu ditanggapi Drs Budi Utama M.Pd, Ketua DPC PDI Perjuangan Gunungkidul. Menurut Budi, wacana tersebut bagus dan pihaknya mengaku setuju. "Saya setuju dengan usulan Mas Azis itu, sebab memang bisa untuk efisiensi anggaran," katanya saat berhubungan via ponsel, Sabtu (29/6/2013).
Namun disisi lain Budi menambahkan, “Tetapi harap diingat, Yogyakarta itu bukan DKI. Meski ada UU Keistimewaan Yogyakarta, namun dalam prakteknya tidak bisa disamakan dengan Jakarta. Di Jakarta, Walikota ditunjuk oleh Gubernur dan semuanya PNS. Lain dengan Yogyakarta, yang ada empat Kabupaten dan satu Kodya. Bupati jabatan politik, begitu juga walikotanya. Berarti, kalau mau dirombak ya seluruhnya, jangan hanya DPRD-nya. Lalu harap diingat, standart yang ada di Jakarta dengan Yogyakarta jelas jauh berbeda. Disana Ibukota RI yang mana antara Jakarta Utara, Selatan, Barat, Timur hingga Kepulauan Seribu rata-rata sudah seimbang. Baik itu dalam hal ekonomi termasuk kemisiknan. Nah di Yogya ? Antara Sleman, Bantul, Kodya, Kulon Progo dan Gunungkidul sangat njomplang dalam segala hal. Apakah jika DPRD Kabupaten hilang kemudian yang di Provinsi sana bisa membawakan aspirasi semua rakyat ? Itu perlu kajian mendalam.” Jelas Budi yang dalam waktu dekat ini akan dilantik menjadi Ketua DPRD Gunungkidul.
Senada dengan Budi Utama, HM Dodi Wijaya SH ST, Ketua DPD PAN Kabupaten Gunungkidul menyatakan, “Kalau boleh saya berpendapat, wacana itu syah-syah saja. Namun apakah sama antara DIY dengan DKI ? Tolok ukur perbandingan juga bukan hanya DKI, Daerah Istimewa Aceh juga akan lain lagi nantinya. Bahkan di Aceh malah ada partai lokalnya segala ? Nah itu membuktikan wacana yang dilontarkan itu masih perlu dikaji lebih dalam lagi,” kata Dodi yang juga Wakil Ketua Komisi C DPRD Gunungkidul ini. 
 

LKDS: Tidak Perlu DPRD Kabupaten, Sebab Hanya Pemborosan Anggaran


LKDS: Tidak Perlu DPRD Kabupaten, Sebab Hanya Pemborosan Anggaran !
Sorot Gunungkidul
Wonosari,(sorotgunungkidul.com)--Dalam diskusi angkringan yang diadakan IMG bersama pejabat publik Selasa (25/6/2013) malam ada wacana menarik yang mengatakan bahwa tidak usah ada DPRD Kabupaten yang dinilai hanya memboroskan dan menghabiskan anggaran. Hal ini dikatakan oleh Ketua Forum Lintas Iman sekaligus Direktur LKDS (Lembaga Kajian dan Studi Sosial) Aminuddin Aziz disela diskusi.
Aziz terang-terangan mengatakan  DPRD Kabupaten sebetulnya tidak terlalu penting dan berperan. Bahkan menurutnya hanya membuat pembengkakan anggaran. Dan ini bisa dilakukan mengingat DIY merupakan Provinsi yang memiliki keistimewaan khusus. "Kita lihat Jakarta yang sama-sama daerah khusus, disana tidak ada DPRD Kabupaten/Kota yang ada langsung DPRD Provinsi. Kenapa hal itu tidak diterapkan disini ? Menurut saya DPRD Kabupaten hanya membuat anggaran semakin membengkak saja maka menurut saya pemilihan legislatif kabupaten hanya akan membengkakkan anggaran yang ada," ujarnya.
Aziz juga menambahkan bahwa ia menilai untuk masuk ke partai pada saat ini tidak perlu memiliki idealisme, hanya butuh modal besar. Dan hal ini sangat berpengaruh pada kredibilitas mereka ketika menjabat sebagai anggota dewan, mengingatmoney politiksangat erat kaitannya dengan korupsi.
"Saya kira untuk masuk partai, seorang caleg tidak pernah ditanyakan tentang ideologi mereka, tetapi berapa modal yang mereka punya untuk nyaleg ? Hal ini sudah sangat memprihatinkan karena hal tersebut erat kaitanya dengan korupsi," kata Aziz.
Mengenai demokrasi saat ini, menurut Azis hanya merupakan simbol semata, padahal sejatinya demokrasi merupakan tujuan untuk membuat rakyat sejahtera, hal ini sudah tidak terpancar pada era ini.
Hal ini mendapat tanggapan dari M Zainuri Ikhsan perwakilan dari KPUD Gunungkidul yang mengatakan bahwa demokrasi merupakan proses ideal, apabila tidak ada demokrasi, maka yang ada sistem otoriter yang berjalan bukan menuju pada pada kesejahteraan masyarakat. "Demokrasi mengubah adalah sistem yang tepat untuk dapat mensejahterakan rakyat setelah sebelumnya menggunakan sistem otoriter. Ini semua kembali pada moral para pemimpin, kini saatnya membuat masyarakat dapat pintar memilih, siapa yang tepat dipilih untuk menjadi pemimpin. Dan untuk menjadi pimpinan yang baik, para pemimpin butuh proses yang tidak hanya sebentar, pemimpin yang terpilih secara instan akan kusam serta tidak mampu berbuat apa-apa," kata Zainuri.