24/02/13

Rapor Merah Untuk Anggota Dewan GK

Rabu, 11 Agustus 2010 14:14 WIB

GUNUNGKIDUL: Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Gunungkidul memberi nilai merah pada hasil kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Deaerah (DPRD) Gunungkidul  periode 2009-2014 pada Rabu (11/8).
Penilaian ini tepat setahun setelah mereka dilantik 11 Agustus 2009 lalu. Nilai buat mereka adalah 4.
Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Gunungkidul Aminuddin Azis mengatakan nilai empat itu diberikan setelah anggota Dewan selama setahun ini terkesan tidak dapat mewarnai program kegiatan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Dewan dianggap belum bisa berfungsi secara maksimal khususnya dibidang pengawasan dan penyerapan aspirasi. Imbasnya, aspirasi yang muncul dari masyarakat lewat agenda jaring aspirasi hanya sebatas seremonial.
Sementara itu menurut Rino Caroko, Koordinator Perempuan Penggerak Ekonomi Rakyat (Pukat) Gunungkidul, ada banyak parameter yang menjadikan rapor Dewan merah dengan angka empat, antara lain pembahasan raperda ke perda masih lamban, anggota jarang terjun ke lapangan dan pola audiensi yang terbalik.
Pola audiensi dianggap terbalik karena Dewan lebih sering didatangi masyarakat untuk menyampaikan pemikirannya dan untuk bisa menyampaikan pemikirannya ke gedung dewan, masyarakat juga mesti menyerahkan surat pemberitahuan.
“Dengan adanya surat berarti tidak setiap saat anggota Dewan bisa ditemui masyarakat di gedung Dewan padahal anggota Dewan mestinya setiap saat bisa ditemui warga,” ungkapnya kepada Harian Jogja.
Sementara, Gunungkidul Corruption Watch (GCW) beralasan diberinya angka empat untuk kerja DPRD selama setahun terakhir didasarkan pada anggota Dewan yang sejauh ini belum mampu menggunakan hak inisiatifnya untuk membuat peraturan daerah (perda).(Harian Jogja/Galih Eko Kurniawan)

http://www.harianjogja.com/?p=141417

Radar jogja: 17 Maret 2011 Hal 17






http://issuu.com/radarjogja/docs/radar_jogja_17_maret_2011/1?mode=a_p

Radar Jogja: 10 November 2010 Hal 16






http://issuu.com/radarjogja/docs/radar_jogja_10_november_2010/1?mode=a_p

Radar Jogja: 9 Februari 2010





http://issuu.com/radarjogja/docs/09_februari_2010/1?mode=a_p

Radar Jogja: 6 Februari 2010 Hal 14


http://issuu.com/radarjogja/docs/6_februari_2010/1?mode=a_p

Radar Jogja: 3 Februari 2010 Hal 20


Radar Jogja: 15 Januari 2010 Hal 20



Radar Jogja: 13 januari 2010 Hal 20


http://issuu.com/radarjogja/docs/13_januari_2010/1?mode=a_p

Epaper: Radar Jogja 30 Desember 2009 Hal 20






http://issuu.com/radarjogja/docs/radar_jogja_30_desember_2009/1?mode=a_p

Epaper: Radar Jogja 1 Desember 2009 Hal 17


http://issuu.com/radarjogja/docs/radar_jogja_01_desember_2009/1?mode=a_p

Epaper: Radar Jogja 18 Juni 2009 Hal 17


http://issuu.com/radarjogja/docs/radar_jogja_18_juni_2009/1?mode=a_p

Epaper: Radar Jogja 27 Mei 2009 Hal 13 dan Hal 23



http://issuu.com/radarjogja/docs/koran_27_mei_2009/1?mode=a_p

18/02/13

MINTA KEJELASAN KASUS REZA, ALIANSI MASYARAKAT GUNUNGKIDUL GELAR DISKUSI

Written By Sorot Gunungkidul on Senin, 18 Februari 2013 | 03.37
Wonosari (SorotGunungkidul.com) -- Berharap kejelasan kasus dugaan penganiyayaan yang dialami Reza Eka Wardana beberapa forum yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Gunungkidul mengadakan diskusi terkait kelanjutan kasus tersebut pada Senin (18/02). Dalam diskusi tersebut dihadiri Forum Lintas Iman (FLI), Kesatuan Aksi Rakyat Gunungkidul (KARAG), Forum Anak Gunungkidul (FAGK), Komite Mahasiswa dan Pemuda Gunungkidul (KOMPAG), Forum Remaja Jeruksari, FRP, OMK, SPSI, SB Gendis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Gunungkidul dan diikuti ratusan pemuda yang simpatik terhadap kasus Reza (Reza n Friends). 
Masih lekat dibenak kita tentang kasus yang menyebabkan meninggalnya siswa salah satu SMA Swasta di Gunungkidul dan melibatkan oknum Polisi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda DIY.
Dalam diskusi yang diselenggarakan di Pendopo Gedung Kesenian tersebut juga hadir Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum ) Samsudin dan wakil dari JPP (Jaringan Pemantau Polisi) Bambang Tiong yang menjelaskan sampai mana kasus Reza yang hingga kini ditangani Polda DIY.
Samsudin menyatakan kekecewaan atas lambatnya penanganan kasus Reza yang ditangani Polda DIY, dan tidak konsistenya Kapolres Gunungkidul dalam membuat pernyataan “saya menyayangkan tidak optimalnya satuan tugas yang dibentuk oleh Polda DIY dalam menangani kasus ini, hal ini dilihat dari pengenaan pasal yang digunakan terkait Reza masih dibawah Umur semestinya juga dikenakan pasal berlapis yakni pasal 80 undang-undang perlindungan anak namun hingga saat ini hanya digunakan pasal 359 tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian” katanya.
Sementara itu Aminudin Aziz mengatakan bahwa akan terus mengawal kasus tersebut “hingga saat ini pihak Polda DIY belum bisa memberikan keterangan terkait kasus ini, namun kami siap untuk kelanjutan kasus ini hingga selesai “ tandasnya. (Anj-V)

http://sorotgunungkidul.com/berita-234-minta-kejelasan-kasus-reza-aliansi-masyarakat-gunungkidul-gelar-diskusi-.html 

16/02/13

Dokumentasi Tradisi Methik 10 Februari 2013












 
All photos by Lukman Aji Wibowo (FB Desa Wisata Jelok & Twitter @desawisatajelok)

Masuk koran dan diliput Indosiar






All Photos:dok.pribadi (FB: Aziz Desa Wisata Jelok)

Testimoni host Jelita

TAYANG DI JELITA INDOSIAR SABTU, 9 MARET 2013









13/02/13

Tradisi Wiwitan : Acara Selamatan Tibanya Masa Panen



indosiar.com, Yogyakarta - (Selasa, 12.02.2013) Masyarakat Dusun Jelok Beji, Pathuk, Gunung Kedul, Yogyakarta menggelar tradisi wiwitan. Wiwitan ini sebuah tradisi puji syukur kepada Tuhan saat panen tiba. Tradisi yang nyaris punah ini kini berupaya dihidupkan kembali, bahkan dikemas sebagai paket wisata pedesaan untuk konsumsi wisatawan.
Dengan mengenakan pakaian tradisional, puluhan warga Dusuk Jelok Beji, Pathuk, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini bersiap mengikuti prosesi arak-arakan dalam tradisi wiwitan atau upacara selamatan mensyukuri panen padi.
Dipimpin seorang tokoh adat setempat, arak-arakan membawa berbagai umba rampe dalam tradisi wiwitan berjalan menyusuri jalan perkampungan menuju persawahan yang tidak jauh dari kampung ini. Sejumlah barang yang dibawa diantaranya adalah nasi ingkung ayam kampung, aneka ubi-ubian, sayur pecel, buah-buahan, sambel gepeng berikut dengan ikan laut goreng.
Setibanya di areal persawahan yang akan dipanen, prosesi diawali dengan doa bersama yang dilanjutkan secara simbolis memotong sepasang batang padi yang melambangkan sepasang pengantin. Potongan padi ini kemudian disimpan dalam lumbung dan dimaknai agar padi tidak cepat habis dan mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat.

Puncak dari tradisi wiwitan adalah umbul dahar atau makan bersama. Dan acara ini yang dinanti-nantikan warga dari segala lapisan usia. Umba rampe yang mereka bawa disantap bersama. Tradisi yang nyaris punah, saat ini berupaya dihidupkan kembali, bahkan oleh pengelola desa wisata Jelok dijadikan paket wisata pedesaan. (Sudaryono/Sup)


12/02/13

Panen, Gelar Mboyong Mbok Sri


Monday, 11 February 2013 09:14 

PATUK - Lumbung pangan di Gunungkidul sebentar lagi bakal terisi. Para petani mulai panen padi. Di wilayah Pedukuhan Jelok, Beji, Patuk, panen dilakukan dengan cara berbeda, kemarin.Panitia menyebutnya Mboyong Mbok Sri Sedono Soko Tegal Kepanasan Digowo Neng Gedong Pedaringan. Kurang lebih artinya, petani memanen padi, kemudian menampungnya di lumbung.Kegiatan ini melibatkan puluhan warga. Mereka berjalan kaki sejauh 500 meter menuju ladang. Nasi tumpeng, dan aneka pangan tradisional diarak untuk memenuhi rangkaian ritual Mboyong Mbok Sri, atau memetik padi.
Sesampai di ladang, petani menyambutnya dengan gerakan cepat memotong batang padi. Seorang kakek, Yoso Suparjono, duduk bersila. Mengambil kemenyan kemudian membakarnya. Mulutnya komat kamit membaca doa, lalu diakhiri dengan mengambil alat pemotong padi, ani-ani.“Mugi-mugi Alloh maringi rejeki engkang katah lan barokah dumateng kito sedoyo (mudah-mudahan Allah SWT memberi rezeki yang banyak untuk kita semua,” kata mbah Yoso dijawab serentak, aamiin, oleh penduduk.
Tokoh masyarakat setempat, Hadi Winoto menjelaskan ritual tersebut dilakukan untuk melestarikan budaya. Intinya, kata dia, semata-mata sebagai ungkapan syukur hamba kepada pemberi rezeki yakni Allah SWT.Ritual seperti ini dilakukan awal musim tanam, dan musim panen. Musim tanam disebut labuhan, kemudian pada saat panen namanya Mboyong Mbok Sri. Dia berharap padi IR64 yang dipanen paling awal tersebut hasilnya bagus.Penyelenggara acara Aminudin Azis mengatakan kegiatan tersebut juga melibatkan anak-anak. Memberikan pencerahan kepada mereka bahwa profesi petani itu tidak perlu dijauhi. (gun/iwa)
                                    


Kasus Rezza Mandek, LSM Bakal Gelar Aksi


Rezza Kasus Rezza Mandek, LSM Bakal Gelar Aksi
 
Oleh Swadesta A.W pada tanggal 7 Pukul 14:43
 
Kematian Rezza Eka Wardhana, siswa SMA Dominikus Wonosari yang diduga menjadi korban kekerasan polisi bakal genap 100 hari pada Minggu (10/2). Hingga hari ini, Kamis (7/2) kasusnya perlahan hilang. Hal ini membikin pihak keluarga dan sejumlah LSM geram. Oleh karena itu, bersama masyarakat, LSM dan keluarga Rezza akan menggelar aksi untuk memperingati 100 hari meninggalnya Rezza.
Koordinator Aksi, Danang Ardiyanto mengungkapkan bahwa tujuan aksi tersebut adalah untuk mengungkapkan kegeraman atas mandeknya kasus. Selain itu, aksi tersebut juga sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat akan kasus tersebut. Namun ia belum bisa memastikan tempat demonstrasi tersebut.
“Kami ingin mengingatkan bahwa kekerasan masih akan terus terjadi jika setiap kasus tidak diungkap tuntas,” katanya Rabu (6/2).
Dilansir Harjo, Kamis (7/2) Koordinator Forum Lintas Iman (FLI), Aminudin Aziz menambahkan, sebelum menggelar aksi, gerakan solidaritas untuk Rezza juga akan menggelar diskusi terbuka bertema Kasus Rezza, Apa Kabarmu.


11/02/13

Keindahan Desa Wisata Jelok

Mengupas potensi wisata di Kabupaten Gunungkidul seolah tidak ada habisnya. Beragam wujud keindahan alam maupun keunikan budaya tersaji untuk dinikmati, salah satunya adalah Desa Wisata Jelok. Apa keunikan dan keindahan Desa Wisata Jelok? Mari kita telusuri.

Selamat Datang di Desa Wisata Jelok
Sejarah Singkat Desa Wisata Jelok
Jelok sendiri sebenarnya merupakan sebuah padukuhan yang berada di Desa Beji Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Lokasi padukuhan ini hanya sekitar 4 km dari Jalan Yogya-Wonosari, dan dapat ditempuh dengan kendaraan darat, khususnya sepeda motor mengingat untuk memasuki padukuan tersebut, hanya terdapat jembatan gantung selebar sekitar 1 meter. Bagi pecinta offroad, memang sebenarnya ada jalan yang lebih lebar namun harus memutar dan melewati daerah hutan. 

Petunjuk Arah Desa Wisata Jelok
Keberadaan Desa Wisata Jelok ini sebenarnya berawal dari inisiatif serta perjuangan penggagasnya, yakni Mas Aminudin Azis. Menurutnya, dulu Padukuhan Jelok merupakan daerah terisolir karena akses menuju padukuhan tersebut dbatasi oleh Sungai Oya yang memiliki lebar lebih dari 80 meter. Bahkan untuk aktivitas sehari-hari, khususnya anak sekolah, warga padukuhan Jelok harus menyeberang dengan rakit yang terbuat dari bambu.

Jembatan Gantung, Pintu Masuk Desa Wisata Jelok
Waktu itu sekitar tahun 1996, Mas Aminudin Azis merupakan salah satu mahasiswa peserta KKN dari UNY yang kebetulan mendapat tugas pengabdian di Padukuhan Jelok. Seiring berjalannya waktu, perjuangan Mas Aminudin Azis yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat Padukuhan Jelok membuahkan kemajuan. Tahun 2010, sebuah jembatan gantung sepanjang kurang lebih 82 meter dan lebar 1 meter berhasil dibangun secara swadaya. 

Munculnya ide membangun sebuah desa wisata berawal dari dibangunnya sebuah gubug di tanah kas Padukuhan Jelok, yang digunakan untuk tempat belajar anak serta ngobrol di waktu malam. Dari obrolan Mas Aminudin Azis beserta sejumlah pemuda dan masyarakat Padukuhan Jelok, munculah ide agar kampung Jelok meningkat secara ekonomi disamping tetap melestarikan budaya dan lingkungan. 

Suasana Desa Wisata Jelok
Selanjutnya, pada tahun 2010 itu pula, di Padukuhan Jelok digelar sebuah festival dan merti Kali Oya, dengan serangkaian kegiatan seperti lomba lukis, mewarnai, serta kesenian tradisional yang mendapat respon positif dari masyarakat setempat. Sejak itulah, Padukuhan Jelok mulai dikenal. 

Pada perkembangannya, Mas Aminudin Azis dan warga masyarakat Padukuhan Jelok memanfaatkan potensi tersebut untuk membentuk konsep desa wisata berbasis masyarakat, budaya, dan lingkungan, yang selanjutnya menjadi cikal bakal dari wisata perdesaan seluas 75 hektar.
Cottage Desa Wisata Jelok

Setidaknya, dalam perkembangannya, Desa Wisata Jelok mampu menyuguhkan wisata petualangan, seperti arung jeram, menangkap ikan, bersepeda, berkemah, dan outbond, serta wisata pendidikan seperti membaca di perpustakaan, melukis, menggambar, bertani oragnik, membuat biogas, pupuk kompos dan arang, dan wisata budaya, seperti pertunjukan merti kali, jathilan, dan macapat.

Potensi dan Gambaran Wisata Desa Wisata Jelok
Pertama memasuki Desa Wisata Jelok, kita akan langsung disuguhi atmosfer perdesaan yang asri. Jembatan gantung yang membetang diatas Sungai Oya seolah menyambut kedatangan pengunjung dengan penuh sukcita. Tak terasa, keramahan masyarakat desa siap mengawali pengalaman kita di Desa Wisata Jelok.

Berjalan kurang lebih 300 meter, kita akan sampai di sebuah gubug sebagai sentral kegiatan wisata. Di sekelilingnya, beberapa cottage atau rumah-rumah kecil untuk penginapan yang terbuat dari bambu siap menjadi tempat istirahat ketika malam tiba. 

Pendopo Serba Guna Desa Wisata Jelok
Bagi wisatawan yang datang berkelompok yang tidak lebih dari 100 orang, sebuah pendopo siap menampung semua anggota untuk berkoordinasi dan menerima penjelasan dari para pemandu wisata Padukuhan Jelok. Sementara itu, pemandangan hijau yang terhampar di sekelilingnya ikut menambah suasana nyaman ala perdesaan.

Wedang Secang, Welcome Drink-nya Desa Wisata Jelok
Tiba di pendopo, kita akan disuguhi minuman penyambutan atau juga disebut welcome drink berupa wedang secang, yakni minuman berwarna merah dan berasa seperti jahe karena terbuat dari secang, semacam tumbuhan berduri yang memiliki aroma serta rasa khas ala perdesaan. Kehangatan desa mulai dapat kita rasakan melalui tegukan wedang secang tersebut.

Suguhan khas komoditi pertanian masyarakat Desa Wisata Jelok juga akan melengkapi hidangan pembuka. Jagung dan kacang rebus akan menambah tenaga kita sebelum aktivitas outbound dimulai. Perpaduan alam desa dan keramahan penduduknya seolah berbaur menjadi kehangat tersendiri bagi yang merasakannya.

Suguhan Makanan Khas Desa Wisata Jelok
Selanjutnya, kegiatan outbound sebagai salah satu program wajib kunjungan wisata dapat segera kita nikmati. Dengan bimbingan instruktur yang sangat berpengalaman, outbound pun seolah menjadi sarana pemahaman yang aplikatif tentang arti sebuah kebersamaan dan kesatuan tim. Meski belepotan lumpur, kita akan menikmatinya karena outbound akan menjadi salah satu media pembelajaran yang efektif. 

Aktivitas Outbound Desa Wisata Jelok
Setelah lelah melakukan aktivitas outdoor berbentuk outbound di pinggiran Sungai Oya, kita pun akan dibawa keliling perdesaan, menikmati dan mengamati secara lebih dekat kehidupan dan aktivitas masyarakat desa dengan segala perniknya. Kicauan burung dan hijuanya padi di sawah seolah membawa kita untuk lebih memahami arti sebuah kealamian.

Makan Siang Khas Desa Wisata Jelok
Tiba di pendopo, makan siang pun telah disediakan dengan menu khas perdesaan yang mayoritas merupakan makanan organic. Nasi sayur lengkap dengan tempe dan ikan bakar siap memulihkan tenaga kita setelah terkuras oleh kegiatan outbond. Bagi yang hobi pedas, sambal khas pun siap dihidangkan untuk menambah kenikmatan makan siang.

Rafting dan Canoing Desa Wisata Jelok
Selesai mengisi perut, outbond babak kedua pun dimulai. Kita akan dibawa menuju hutan bunder dengan perlengkapan rafting lengkap untuk menyusuri Sungai Oya dengan panjang sekitar 10 kilometer. Dari sinilah, pengalaman menikmati jeram-jeram kecil akan dimulai dan tentu membawa sebuah kenangan tak terlukiskan. Satu setengah jam menyusuri lekuk-lekuk sungai Oya akan menjadi akhir dari kegiatan kita siang itu, sebelum kembali ke rumah masing-masing.

Hamparan Hijau Desa Wisata Jelok
Do’s and Don’ts di Desa Wisata Jelok
Sebagai sbeuah obyek wisata yang menawarkan potensi alam maupun budaya, Desa Wisata Jelok menerapkan norma tidak tertulis yang harus dipatuhi wisatawan. Setidaknya, beberapa hal berikut harus kita hormati dan kita terapkan selama kunjungan:

Do’s atau hal-hal yang sebaiknya dilakukan selama kunjungan:
  • Membawa pakaian ganti;
  • Memakai Sepatu olahraga dan cadangannya; 
  • Menghormati adat istiadat masyarakat setempat;
  • Melakukan pemanasan sebelum outbound dan rafting;
  • Membawa kamera anti-air.
Don’t’s atau hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan selama kunjungan:
  • Membuang sampah sembarangan;
  • Mencorat-coret (termasuk pada jembatan gantung);
  • Memforsir tenaga selama outbound;
  • Menyepelekan arahan instruktur;
Itulah sekilas tentang keindahan Desa Wisata Jelok. Jika penasaran, silahkan sobat meluangkan waktu untuk mengunjunginya. Semoga bermanfaat. Salam.